Transformers 2: Pameran Spesial Efek & Megan Fox Belaka
Jumat, 26 Juni 2009
Jumat, Juni 26, 2009
,
3 Comments
Label: Action , Fiksi Ilmiah , Film 2009 , Hollywood , remaja , Review , Sequel
Label: Action , Fiksi Ilmiah , Film 2009 , Hollywood , remaja , Review , Sequel
Tak ada yang bisa menyangkal bila sekuel “Transformers” ini adalah salah satu film yang paling ditunggu2 tahun ini, setelah film pertamanya membuat gebrakan di pertengahan tahun 2007 lalu, setiap orang penasaran bagaimanakah sang sutradara Michael Bay bakal mengemas kelanjutan petualangan spektakuler yang diangkat dari franchise permainan keluaran Hasbro ini. Yang pasti, Bay dari awal produksi sudah mengambil ancang2 bila film lanjutan ini pasti akan lebih mega dari film perdananya, dengan bujet super wow yaitu 200 juta dollar Amerika, durasi yang lebih panjang dan lama, dan memunculkan robot2 yang lebih banyak lagi baik dari kubu Autobots maupun Decepticons. Sang musuh besar di babak awal juga dimunculkan kembali yaitu Megatron, yang lagi2 berhasil hidup kembali bak para pembunuh maniak dari film “Halloween” ataupun “Friday the 13th” yang ga bisa mati2. Untuk menambah rumitnya perjuangan para Autobots yang dipimpin Optimus Prime dan juga manusia sahabat baiknya Sam Witwicky, dihadirkan pula dedengkot gaek para Decepticons yaitu The Fallen yang juga menjadi tema film kedua ini, “Revenge of the Fallen.” Dan yang pasti seluruh pemeran utama juga hadir kembali melanjutkan karakter mereka masing2, Shia LaBeouf sebagai si cupu Sam Witwicky, Megan Fox sebagai kekasihnya yang super sexy, Mikaela (siap2 aja menyaksikan peragaan setiap kemolekannya yang benar2 dimanfaatkan oleh kamera secara habis2an kali ini), Josh Duhamel dan Tyrese Gibson sebagai dua tentara kebanggaan Amerika yang posisinya semakin tersingkirkan aja oleh para robot, juga dua ortu kocaknya Sam yang makin gila2an aja aksinya, terutama ibunya Sam yang kadang memberikan porsi humor slapstick yang berlebihan di film ini. Selain itu, mengingat bila Michael Bay adalah mantan sutradara video klip yang cukup beken, so pasti jejak2 karir lamanya itu masih tergurat secara gamblang disini, bisa dilihat dari model2 yang berkeliaran secara bebas dan merdeka terutama di bagian2 yang menampilkan suasana kampus Sam yang diceritakan telah menginjak bangku perkuliahan. Apa benar di Amerika sana ada sebuah perguruan tinggi yang isinya cewek2 super jelita dan molek2 seperti di film ini? Pasti bakalan rame tuh menjadi incaran para calon mahasiswa cowok. “Transformers” yang pertama dulu mungkin dipuji2 atas keberhasilannya menampilkan spesial efek canggih yang menghidupkan penampilan para robot mainan yang sudah dikenal sejak lama itu. Tapi kalau dari segi cerita, justru dinilai lemah oleh banyak orang. Nah, bagaimana dengan sekuelnya ini? Bisa dibilang setali tiga uang alias sama2 aja, bahkan kalo mau jujur, malah lebih ancur. Plot, pengkarakteran, jalinan alur cerita, hingga editing yang baik benar2 diabaikan oleh Michael Bay yang terlalu bernafsu menampilkan peragaan spesial efek yang menyilaukan mata, efek suara yang memekakkan telinga dan ekspoitasi keseksian Megan Fox. Selain itu durasi yang menghabiskan waktu kita dalam ruang sineplek selama dua jam lebih itu bisa dibilang terlalu lama dan bertele2. Banyak adegan ga penting yang lolos dari gunting editor, adegan2 slapstik dan mengada2 yang gue pikir sama sekali ga ada nilai plusnya bagi kontuinitas jalan ceritanya sendiri. Humor2 yang dulu terkesan efektif saat ditampilkan dalam film pertama, disini malah lebih banyakan yang nanggung dan ga ngena ke sasaran. Beberapa lelucon menjurus malah bikin kening berkerut bukannya memancing tawa lepas, ada lagi penggambaran berlebihan yang disisipkan oleh Bay pada salah satu bagian vital robot raksasa Decepticons. What the hell did you think, Bay??
“Transformers: Revenge of the Fallen” sekali lagi membuktikan bila efek jor-joran, bujet gila2an, ambisi yang berlebihan itu bukanlah hal yang pasti bisa menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Meskipun telah melibatkan lokasi syuting yang lebih mencengangkan dimata yaitu mesir (tentunya dengan set dan sinematografi yang lebih spektakuler dibandingkan “Ketika Cinta Bertasbih”), lengkap dengan pengrusakan piramid oleh para robot raksasa film ini, tetep aja kualitas cerita tidak bisa dijaga dengan baik oleh Bay. Duo penulis naskah Alex Kurtzman and Roberto Orci yang sebelumnya mendapatkan nilai plus untuk skrip “Star Trek,” tampaknya kembali pada titik lemah mereka dalam film yang tadinya dielu2kan bakal merontokkan setiap rekor box office ini. Tapi bukan berarti film ini betul2 jelek sekali, bagi kamu yang memang hanya mencari hiburan semata dan dengan senang hati menyantap suguhan visualisasi wuaah tanpa henti, film ini memang pantas buat dijadiin santapan pada waktu santai. Tapi buat kamu yang menginginkan efek heboh itu dibarengi dengan jalinan cerita yang kuat dan masuk akal, siap2 aja menelan ludah kekecewaan. Memang sih, mana ada yang namanya film fantasi itu ceritanya masuk akal, namanya juga fantasi. Tapi setidaknya ga usah terlalu ngebodoh2in lah seperti film satu ini. Ada kok film fantasi dengan efek canggih dan cerita yang tetap kuat dan berinteligensi, trilogi “The Lord of the Rings” adalah salah satu contohnya.
“Transformers: Revenge of the Fallen” sekali lagi membuktikan bila efek jor-joran, bujet gila2an, ambisi yang berlebihan itu bukanlah hal yang pasti bisa menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Meskipun telah melibatkan lokasi syuting yang lebih mencengangkan dimata yaitu mesir (tentunya dengan set dan sinematografi yang lebih spektakuler dibandingkan “Ketika Cinta Bertasbih”), lengkap dengan pengrusakan piramid oleh para robot raksasa film ini, tetep aja kualitas cerita tidak bisa dijaga dengan baik oleh Bay. Duo penulis naskah Alex Kurtzman and Roberto Orci yang sebelumnya mendapatkan nilai plus untuk skrip “Star Trek,” tampaknya kembali pada titik lemah mereka dalam film yang tadinya dielu2kan bakal merontokkan setiap rekor box office ini. Tapi bukan berarti film ini betul2 jelek sekali, bagi kamu yang memang hanya mencari hiburan semata dan dengan senang hati menyantap suguhan visualisasi wuaah tanpa henti, film ini memang pantas buat dijadiin santapan pada waktu santai. Tapi buat kamu yang menginginkan efek heboh itu dibarengi dengan jalinan cerita yang kuat dan masuk akal, siap2 aja menelan ludah kekecewaan. Memang sih, mana ada yang namanya film fantasi itu ceritanya masuk akal, namanya juga fantasi. Tapi setidaknya ga usah terlalu ngebodoh2in lah seperti film satu ini. Ada kok film fantasi dengan efek canggih dan cerita yang tetap kuat dan berinteligensi, trilogi “The Lord of the Rings” adalah salah satu contohnya.