Painted Skin: Cerita Siluman Lumayan Standar

painted_skin_film_poster
Diangkat dari salah satu karya tulis klasik China, “Painted Skin” adalah sebuah cerita adaptasi tentang roh halus oriental yang sering kita lihat saat masih jaya jayanya tema ini menguasai jam tayang sabtu siang di salah satu televisi swasta dulu. Jika anda adalah salah satu penikmatnya atau emang menyukai segala hal yang berhubungan dengan hal hal supernatural menyeramkan yang dibalut oleh nuansa Kung fu, anda bakalan sedikit banyak dikecewakan oleh film satu ini yang ternyata eh ternyata.. lebih mengedepankan kisah romansanya dari awal ke ujung. Cerita tentang hubungan serba kesulitan layaknya drama telenovela yang menebar jaring kekomplekan cinta dan nafsu antara karakter karakter yang terlibat didalamnya.

Alkisah, ceritanya dimulai oleh tokoh seorang jendral bernama Wang Sheng (Chen Kun) yang dengan pasukannya baru saja menyerbu sebuah perkampungan barbar. Dalam pertempuran mereka, dia tak lupa menyelamatkan seorang gadis manis dan membawanya kembali ke tempat tinggalnya setelah sempat diculik oleh suku barbar tadi. Gadis itu bernama Xiao Wei (Zhou Xun) yang tidak disangka dan diduga dibalik penampakan mulus dan lugunya adalah seekor siluman rubah yang punya selera besar terhadap hati dan kulit manusia sebagai sarapan paginya dan juga sebagai suplemen untuk kecantikan dan awet muda.

Perkenalan sang jendral dengan gadis manis memulai akar akar perselingkuhan dalam hati kecilnya terhadap sang istri setia Pei Rong (diperankan oleh Vicky Zhao – si putri Huan Zhu yang semakin laris di layar lebar sekarang). Pei Rong pun mulai menunjukkan kecurigaan dan menyadari ada yang tidak beres terhadap sosok Xiao Wei, apalagi setelah memergoki salah satu aksi sadis sang siluman. Tapi tanpa ada satupun bukti, justru wanita siluman yang memiliki kesempatan untuk menimbulkan konflik dan kerenggangan antara pasangan suami istri ini, guna merebut posisi nyonya Wang dari dekapan Pei Rong.painted_skin_film_imageIkut meramaikan situasi, adalah mantan jendral bernama Pang Yong (Donnie Yen) yang mempunyai perasaan terpendam terhadap Pei Rong, dan juga kakak sekaligus rival Wang Sheng dalam memperebutkan cinta sang wanita dulu. Ada juga seorang pemburu makhluk halus bernama Xia Bin (Sun Li) yang juga ternyata memiliki percikan cinta terhadap Pang Yong, serta Qi Yuwu, seekor siluman kadal yang dengan kekasmarannya terhadap Xiao Wei menjamin ketersediaan makanan terus menerus kepada siluman haus darah itu tanpa harus mengotori tangannya sendiri. Dari sini anda mulai mengerti kan kenapa tadi saya bilang film ini sebagai legenda China yang punya kompleksitas percintaan bak dunia telenovela.

Para penggemar bintang laga terkenal Donnie Yen juga tampaknya bakalan siap dikecewakan oleh keterbatasan porsi penampilannya disini walaupun demi promosi, nama dan fotonya lebih diberikan porsi besar di poster. Sebagian besar adengan juga lebih menempatkannya pada posisi yang harus melemparkan beberapa dialog lelucon khas China yang malah bakalan jadi “Lost in Translation”, karena subtitle Indonesia yang tidak begitu memungkinkan untuk menangkap setiap intisari kalimat yang diucapkannya. Hadirnya beberapa adegan aksi yang ditampilkannya disini juga bukan hal yang baru dan belum pernah ditunjukkannya di dalam layar sebelumnya.painted_skin_film_imagePenyutradaraan Gordon Chan yang sering menampilkan adegan aksi mendebarkan dalam film film sebelumnnya juga tidak akan ngefek begitu banyak disini. Cuma ada beberapa aksi saling kejar di atas atap ala film oriental dan adegan berantem yang disajikan lewat pengambilan gambar cepat dan rada nge-blur, yang jadinya malah bikin gregetan karena bikin kurang begitu maksimal untuk menikmatinya. Penceritaannya juga akan berasa sedikit kikuk di pertengahan, karena buat gue keliatan banget begitu banyak detil yang diringkaskan guna menjaga alurnya tetap berjalan sesuai durasinya yang dibawah dua jam saja. Beberapa subplot juga direlakan lepas, yang diantarannya mungkin adalah perkembangan hubungan asmara dan kekaguman antara Pang Yong dan Xia Bin, dimana untuk membingungkan penonton dari cerita utama yaitu cinta segitiga antara Pang Yong, Xiao Wei dan Pei Rong.

Selepas itu semua, film ini masih layak untuk direkomendasikan karena adanya intrik dua wanita penggoda anggun yang saling berseteru, yang dimana dipresentasikan dengan cukup baik oleh Zhou Xun dan Vicky Zhao. Mungkin juga bakal sedikit mengingatkan kita kepada pada cakar-cakarannya Zhang Ziyi dan Gong Li di “Memoirs of a Geisha” beberapa tahun yang lalu. Lainnya, “Painted Skin”sebenarnya punya sesuatu yang menjanjikan tadinya, tapi tidak mampu untuk mempersembahkannya dengan maksimal sehingga hanya jadi sebuah tontonan biasa saja bukannya luar biasa. (Stef)

Nilai: ** dari ***** (Average to lame)

4bia: Salah Satu Horror Terbaik Asia

Menjelajahi perfilman di Asia saat ini, ada satu periode yang sangat menarik yaitu saat memboomingnya genre horror produksi Asia. Dimulai dari produksi Jepang “The Ring” dan “The Grudge” yang langsung diikuti oleh menjamurnya film film sejenis di negara negara lainnya (Indonesia tentu salah satunya). Hollywood sebagai salah satu produsen film nomor satu di dunia itupun sampai sampai latah ikutan me-recycle film film horror hits Asia. Lantaran karena kehabisan ide atau hanya mengagumi kualitas horror Asia yang lebih baik dari produksi mereka. Tapi saat ini tampak produksi genre ini sudah mulai kian menurun, tidak seheboh tahun tahun yang lalu lagi, karya karya baru yang berkualitas juga sudah jarang kita temui di pasaran. Selepas gagalnya juga beberapa karya buat ulang yang digeber oleh para produsen Hollywood yang berniat melanjuti sukses Ring dan Grudge. Salah satu negara Asia yang tampaknya masih tetap konsisten dengan per-horror-annya adalah Thailand, yang sempat juga menelurkan beberapa produk berkualitas seperti “Shutter” dan “Alone”. “Shutter” pun telah mengalami proses peng-Hollywood-an yang dibarengi oleh hasil yang sangat jauh dari memuaskan kalo dibandingkan dengan versi aslinya. Ngomong ngomong tentang film ini dan juga “Alone” tentunya yang menceritakan tentang seorang wanita yang dihantui kembarannya (dan denger denger juga bakal direka ulang versi baratnya), mungkin beberapa dari anda sudah mengetahui kalo sutradara asli dua film ini adalah sama, yaitu dua orang bernama Banjong Pisanthanakun dan Parkpoom Wongpoom (nama orang Thai emang rada susah dilafalkan…he..he..). Mereka berdua ini adalah sutradara generasi baru yang punya potensi sangat mengagumkan di Thailand sana, terbukti dua film mereka itu bukan hanya mampu menjadi hits dimana mana namun juga mengangkat nama perfilman negeri mereka. Sekarang mereka berdua hadir kembali dalam karya terbaru yang sebenarnya sudah dirilis di negeri asal sejak April lalu tapi baru muncul di bioskop Indonesia bulan bulan ini itupun hanya diputar di Blitz Megaplex saja, cukup disayangkan memang padahal film berjudul “4bia” ini mendapatkan respon yang sangat baik dari pemutarannya di negara negara Asia Tenggara lainnya dan juga telah meraih beberapa penghargaan di festival festival kelas Internasional.

“4bia” sendiri adalah sebuah film horror yang terbagi atas 4 segmen atau cerita, dimana bisa terlihat dari pemakaian angka itu pada title, dan juga kalau sekilas akan terbaca seperti kata Phobia yang berarti perasaan takut. Semenyeramkan itukah film ini hingga dapat menyebabkan para penontonnya menjadi phobia?
4 segmen ini juga uniknya bakal disutradarai oleh sutradara yang berbeda beda, modus seperti ini sebenarnya bukanlah hal yang baru karena sebelumya juga pernah muncul horror berjudul “Three” yang mengambil tema serupa. 4 sutradara yang terlibat bukan nama nama sembarangan tapi adalah orang orang yang sudah diakui kualitasnya di Thailand sendiri, mencakup dua nama yang telah disebutkan tadi dan juga satu sutradara senior yang pernah mengguncang Asia dengan karya fenomenal “The Iron Ladies” yaitu Youngyooth Thongkonthun, dan satu sutradara fresh namun telah menunjukkan hasil karya yang unik dan berbeda di “Body # 9” yaitu Paween Purikitpanya. Menyajikan keunikan dan ciri khas mereka masing masing, empat orang ini memuaskan penonton dengan cita rasa horror yang berbeda beda dalam film ini (Nano nano kale…). Ada sentuhan action nya, komedi, drama perselingkuhan, dan juga remaja tapi tetap dalam balutan keseraman keseraman horror Asia yang sangat dekat dengan tekstur budaya kita. Banjong dan Parkpoom untuk pertama kalinya akan bekerja sendiri sendiri disini, masing masing akan menangani satu segmen.Kita mulai dari segmen pertama yang disutradarai oleh sang senior terlebih dahulu, Youngyooth dalam cerita berjudul “Happiness”. Bagian ini cukup unik karena dari 20 menitan durasinya, hampir sebagian besar cuma mengambil setting di satu lokasi dan satu pemeran saja. Adalah seorang cewek bernama Pin yang tak berdaya dan tinggal sendiri di apartemennya karena masih dalam masa penyembuhan setelah mengalami kecelakaan yang cukup berat. Dengan bantuan tongkat untuk berjalan dan kondisi kaki yang masih digips, Pin jelas tak bisa leluasa untuk meninggakan apartemennya. Hari harinya hanya diisi dengan meng-SMS temannya ataupun browsing mencari lowongan di internet. Satu SMS iseng membawanya berkenalan dengan seorang cowok, setelah itu mulailah mereka menjalin pertemanan lewat SMS yang silih berganti hingga Pin menemukan beberapa kejanggalan kejanggalan yang cukup mendirikan bulu kuduk pada sosok cowok misterius ini. Menyadari ada satu hal yang tidak beres, Pin mulai menjaga jarak dan tidak mau meladeni SMS dari cowok ini lagi tapi bagaimana setelah sang cowok malah memutuskan menyambangi Pin di tempat tinggalnya?
Aroma horror yang kental mulai terasa setelah Pin menemukan fakta fakta aneh tadi, walaupun minim dialog dan hanya diwakilkan oleh ekspresi Pin dan display tulisan SMS, segmen ini mampu menghadirkan sesi sesi mencekam di klimaksnya. HP disini seakan menjadi perangkat horror yang sanggup menyebarkan terror lewat fungsi getarnya, pemeran Pin disini pun tampil dengan akting yang sangat baik dan mampu menyampaikan pesan yang ingin disajikan oleh ceritanya dengan maksimal. Disini terbukti kalo film horror itu ga butuh pemain banyak yang hanya bisa teriak teriak ga jelas doing, juga rumah tua besar yang dibikin bikin agar seram. Lewat cerita ini, siapa sangka hanya dengan satu aktor dan satu ruangan kecil apartemen saja, ternyata bisa menghadirkan aroma keseraman yang begitu mencekam.Cerita kedua diberi judul yang cukup unik “Tit For Tat”, sedangkan dari segi cerita sih sebenarnya cukup standar yaitu tema balas dendam. Tokoh tokohnya adalah para remaja yang baru duduk di bangku sekolah kelas menengah yang mengerjai salah satu teman mereka yang rada kuper gara gara salah paham, karena mengira anak ini membongkar aktivitas madat mereka di depan guru. Anak itu tersebut lantas mengalami berbagai macam bentuk penyiksaan fisik dari para begundal sekolah ini. Yang tidak mereka ketahui adalah anak kuper ini memiliki satu kemampuan khusus yaitu ilmu hitam lewat sebuah buku kutukan yang nantinya akan dipakai guna membalas dendam pada mereka hingga satu persatu para penyiksanya ini akan menemui ajal dengan sangat mengenaskan. Membandingkan karya keduanya ini dengan “Body # 9” kemarin, jelas Paween masih menggunakan cara bertutur dan visual yang sama. Sisi visualnya juga sepintas akan mengingatkan kita pada gaya sineas horror lokal yaitu Koya Pagayo. Sosok hantu yang ditampilkan lewat efek visual disini juga masih mengadopsi kemiripan dengan “Body”, efeknya sebenarnya ga begitu canggih dan masih terkesan animasi, jadi sosok hantunya juga tampil ga begitu menyeramkan. Paween lebih menekankan pada beberapa tampilan yang cukup sadis, sedangkan dari segi cerita dan akting sih masih lumayan standar saja.

Banjong hadir lewat karya solonya di segmen ketiga, “The Middle Man”. Dengan menampilkan empat tokoh remaja pria yang dengan cukup brilian mengeluarkan celetukan celetukan tentang film horror dan spoilernya disini. Bahkan film karya Banjong dan Parkpoom yaitu “Shutter” pun tidak ketinggalan dijadiin bahan becandaan disini. Tema bagian ini memang bisa dibilang sangat menyegarkan, karena dengan sangat baik, Banjong meremix horror dengan komedi. Dalam ceritanya, ada empat remaja yang sedang berkemping ria di hutan dan merencanakan untuk melakukan aktivitas arung jeram. Malam sebelumnya didalam kemah mereka saling bercanda dengan menceritakan film horror dan komentar mereka tentang endingnya. Salah satu dari mereka malah nyeletuk kalau dia mati dia akan menghantui siapa saja diantara mereka yang tidur ditengah. Esok harinya aktivitas arung jeram dimulai dengan suasana riang gembira, namun ketika salah satu dari mereka tidak mengindahkan peringatan temannya untuk tidak berdiri di depan perahu dan ketika arus sungai sedang deras derasnya. Perahu terbalik tak bisa terelakkan dan salah satu teman mereka hilang terbawa arus. Usaha mencari teman mereka berujung tanpa hasil dan hingga malam hari ketika mereka sibuk berspekulasi didalam kemah, sang teman datang dengan kondisi pucat pasi, basah dan kedinginan. Bahagia awalnya karena mengetahui kondisi teman mereka yang selamat dan baik baik saja tanpa satu kondisi luka sedikitpun ditubuhnya, tiga sahabat ini kemudian mulai menemukan keanehan keanehan pada sosok teman mereka ini yang akhirnya berujung dengan kesimpulan kalau yang kembali bukanlah teman mereka lagi tapi adalah arwahnya.
Tidak bisa dipungkiri, segmen ketiga ini adalah segmen paling fun dari semuanya, paduan komedi dan horror menyatu dengan serasi sehingga tidak sadar kita bakal nonton dengan rasa tegang campur ketawa ngakak.Beralih ke segmen terakhir yang kembali menawarkan kondisi paling tidak mengenakkan lagi, yaitu gimana kalau kita cuma sendirian saja dalam sebuah pesawat terbang yang sedang mengudara, dan hanya ditemani oleh sesosok mayat. “The Last Fright” adalah buah karya Parkpoom yang bercerita tentang seorang prumagari Pim, yang dengan sangat terpaksa harus menjadi satu satunya pramugari yang bertugas dalam pesawat yang mengangkut jenazah seorang putri sebuah negara fiktif kembali ke negaranya. Lewat beberapa fakta yang digeber di awal cerita yang sedikit memberikan kita keterangan tentang latar belakang Pim dan sang putri, juga masalah diantara mereka. Kita dibuat tegang ketika terror demi terror terus menghantui Pim sepanjang penerbangan yang juga terganggu oleh cuaca buruk.
Segmen ini cukup menjadi penutup yang sangat baik dan menegangkan, akting Laila Boonyasak sebagai Pim juga patut diacungi jempol. Seperti penerbangan dalam kondisi cuaca buruk yang membuat kita terus menahan napas, inilah perasaan saat menonton segmen terakhir ini. Penuh kejutan dan adegan adegan mencekam yang bener bener bisa bikin phobia.

Bisa dibilang 4bia adalah salah satu film horror terbaik yang dirilis tahun ini. Dan buat kamu yang ngaku doyan nonton horror, film satu ini tentunya ga boleh dilewatkan begitu aja. Empat sutradara piawai yang telah membungkus film ini tentunya adalah kekuatan utama terciptanya karya horror terbaik ini. Sangat ditunggu karya mereka selanjutnya baik individual ataupun kerja keroyokan seperti ini lagi.

Nilai: **** out of ***** (Wonderful!)

Kejarlah Mimpi Setinggi Laskar Pelangi

Rela deh ngantri lama buat nonton film satu ini, bukan cuma ingin ikut2an trend tapi memang karena filmnya layak untuk jadi bahan apresiasi koq. Jarang jarang loh kita disuguhin film Indonesia dengan kualitas sebagus ini, bukannya pengen ngejelekin kualitas keseluruhan film Indonesia sih, tapi kalo emang kenyataannya gitu mau bilang apa? “Laskar Pelangi” adalah satu dari sedikit karya sineas Indonesia yang patut menjadi kebanggaan bagi bangsa ini, antrian panjang yang tercipta selama mulai dirilisnya film ini juga sebagai bukti kalo masyarakat Indonesia itu masih memberikan atensi yang sangat besar untuk film yang berkualitas, makanya para produser perbanyak dong film kaya’ gini, terbukti kaga’ rugi kan? Bangga juga kan ngeliat kalau ternyata film Indonesia itu masih punya kekuatan yang lebih besar dalam menarik penonton dalam negeri dibandingkan produk produk import.

Back to the film, apa sih yang bikin “Laskar Pelangi” begitu digila-gilai para penikmat ataupun malah bukan penikmat film? Yang pertama mungkin karena fenomena yang telah tercipta dari bukunya sendiri, kemudian tekhnik promosi Miles Films yang walaupun ga begitu jor-joran tapi sanggup menggugah minat banyak orang. Walaupun kalau mau saya akui, marketing Miles Films memang cukup baik dibanding film film rilisan lebaran yang lain. Dengan disediakannya situs resmi, blog resmi hingga halaman khusus untuk foto di flickr, kita diberikan kemudahan untuk mengakses segala hal tentang filmnya sebelum waktunya menonton. Dari segi ceritanya, film ini ternyata punya perbedaan yang lumayan lebar dengan versi novel. Why? Sebenarnya ga adil sih kalau ngebanding2in dua karya seni dalam platform yang berbeda ini. Secara, novel kan adalah sebuah karya tulis yang memang mengandalkan imajinasi kita sendiri untuk mencerna ceritanya, sedangkan film kan sebuah bahasa gambar yang pastinya langsung bisa kita telan bulat bulat lewat penglihatan kita (harus dibarengi sama mikir juga sebenernya he..he..). Namun, kepiawaian para sineas belakang layar yang mengadaptasi cerita ini memang patut diacungi dua jempol, justru dengan tidak menghadirkan bulat bulat apa yang tersaji dibukunya, “Laskar Pelangi” jadi sebuah karya seni baru yang punya alur yang jelas dan dramaturgi yang solid. Ga mungkin kan menyajikan lembar demi lembar halaman novelnya ke dalam sebuah film yang berdurasi notabene hanya 2 jam itu. Mira lesmana, Riri Riza dan penulis skenario Salman Aristo yang telah makan asam garam lewat produksi “AADC” memang adalah pilihan yang sangat tepat bagi Andrea Hirata dalam mewujudkan ide cemerlang novelnya ke bentuk gambar hidup. Mereka menggubah tuturan cerita novelnya yang bertumpu pada persahabatan dan mimpi besar para Laskar Pelangi menjadi cerita yang juga sarat pesan moral, kritik sosial, dan penuh keindahan visual alam Belitong. Ironi yang tercipta saat kita menyaksikan gambaran kemelaratan pendidikan yang masih ada di Indonesia ini, juga masyarakat yang tidak berdaya dan hanya pasrah melihat ladangnya dieksplorasi tangan tangan berkuasa yang tidak bertanggung jawab, cukup membuat perasaan kita tersayat sayat. Tapi kegembiraan dan keceriaan para anak anak Belitong yang digambarkan lewat akting super natural dari para bintang muda potensial dari Belitong ini, juga membuat tontonan ini menjadi satu karya yang sangat sangat menghibur. Walaupun tidak semua karakter 10 anak ini dipaparkan dengan lengkap selayaknya versi novel, sebaliknya film ini lebih memberi porsi besar kepada karakter Ikal, Lintang dan Mahar yang menjadi motor penggerak dalam kelompok murid murid cerdas ini. Para bintang profesional Indonesia yang terlibat juga memberikan usaha terbaik mereka, terutama Cut Mini sebagai ibu Muslimah dan Ikraneraga sebagai Pak Harfan, yang sedikit banyak mengingatkan kita kepada jasa seorang guru yang memang lekat dengan slogan “Pahlawan tanpa tanda jasa”. Cakrawala visual yang hadir dalam semburat jingga di ufuk timur pantai Belitung nan elok juga jadi pemuas pandangan dan musik latar yang begitu manis membungkus setiap adegan. Kesemuanya menambah kekayaan seni dalam film ini.Sekali lagi, dijamin ga rugi deh cape ngantri demi film ini. Bagi yang ga mau ngantri puas-puasin aja dulu mendengar ataupun membaca berbagai resensi bagus filmnya sebelum nonton sendiri di bioskop. (JC)

Nilai: ****1/2 dari ***** (Excellent!)

Laskar Pelangi Diserbu Penonton

Postingan ini adalah terusan dari berita yang saya baca di Suara Pembaruan.com

Film Laskar Pelangi karya sutradara Riri Riza dan Mira Lesmana langsung menjadi fenomena saat pemutaran perdana di sejumlah kota pada Kamis (25/9). Sejumlah bioskop menambah studio dan jam tayang untuk menampung jumlah penonton yang membludak. Para guru dan pembaca novel menyambut film Laskar Pelangi dengan antusias.

"Dari dua minggu sebelum penayangan di bioskop, para pelanggan kami banyak yang telepon ke call center. Mereka umumnya menanyakan, kapan film Laskar Pelangi diputar dan apakah sudah bisa memesan tiket terlebih dahulu," kata Marketing Supervisor Blitzmegaplex Prima Haripurwanti di Jakarta, Kamis (25/9).

Blitzmegaplex menayangkan film itu di tiga ruang, yaitu auditorim 1 dengan kapasitas 535, auditorium 9 berkapasitas 283 dan Satin (IA/eksklusif) 52 tempat duduk.

"Kemungkinan, besok akan lebih ramai lagi, karena besok Jumat (26/9) akan ada meet and great dengan penulis novelnya langsung, Andrea Hirata. Termasuk juga saat weekeed," ujar Prima.

Pada tayangan perdana (25/9) yang dibuka untuk umum pada pukul 13.30 WIB, sangat penuh dan mengantri panjang. Bahkan, penonton rela menunggu lama dari pukul 10.00 WIB untuk mendapatkan tiket. Untuk auditorium 9 kapasitas penuh, sedangkan pada tayangan kedua di auditorium 1 pukul 14.45 WIB, merupakan rombongan dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang memesan 150 tiket, termasuk para artis yang merupakan calon legislatif (caleg). Ditambah pula dengan penonton umum yang semuanya berjumlah total 237 orang.

Erna seorang guru dari Sekolah Dasar (SD) Diniyah Aisyiyah di Pasar Rumput, Jakarta, sangat mengagumi Laskar Pelangi yang memberikan inspirasi dan pencerahan, terutama untuk guru yang sangat peduli dengan pendidikan, meskipun masih kekurangan.

Sementara itu, Humas Jaringan Bioskop 21 Noorca Massardi mengatakan, kesuksesan film Laskar Pelangi masih belum bisa ditebak. Selama bulan puasa, penonton bioskop cenderung turun hingga 50 persen. Tetapi, satu minggu menjelang Lebaran, tren penonton meningkat.

"Kalau sampai setelah lebaran, Laskar Pelangi masih main, film itu bisa tembus satu juta penonton. Jika bertahan lebih lama, jumlahnya pasti lebih banyak," tutur Noorca.

Imam, mahasiswa Yarsi dan 10 temannya tidak mengantre, karena menonton pada sore hari. Mereka mengaku sangat penasaran dengan novel yang difilmkan, maka wajib nonton pada hari pertama diputar di bioskop. Imam melihat ada seorang nenek yang nonton dengan kursi roda. Kelihatannya, ungkap Imam, orang tua itu ingin sekali menonton film yang menjadi pembicaraan publik.

Sekitar seribu orang guru menonton pemutaran perdana film Laskar Pelangi di Blitz Megaplex, Bandung, Kamis (25/9). Para guru dari berbagai tingkatan ini diundang oleh PT Telkom, Flexi dan Blitzmegaplex.

Vice President Operation Mizan Publika Putut Widjanarko mengatakan, sengaja mengundang para guru untuk menonton karena film yang penuh dengan inspirasi ini. "Ini salah satu bentuk apresiasi kepada guru-guru yang ada di Kota Bandung atas segala jerih payahnya untuk mendidik," tuturnya sesaat sebelum pemutaran film tersebut.

Selain dipenuhi para guru, pemutaran perdana film yang diadaptasi dari buku karya Andrea Hirata ini juga dihadiri oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan.

Dari 14 jadwal penayangan di Blitz Megaplex, sudah ada 5 jadwal penayangan yang tiketnya habis dipesan calon penonton. Setiap auditorium itu bisa menampung sekitar 300 kursi."Terharu dengan perjuangan Lintang dan Ibu Muslimah. Juga kedekatan dia dengan siswanya, saat kembali setelah tidak masuk lima hari, murid-muridnya langsung memeluk dia," kata Linda (36), salah seorang guru SD.

Leri (20), petugas tiket BSM XXI mengatakan tiket pemutaran film Laskar Pelangi yang ditayangkan lima kali sudah habis dibeli. "Yang tersisa tinggal barisan depan untuk yang tayang jam sembilan malam," terangnya.

Menurut dia, tiket-tiket itu sudah dibeli sejak pukul dua siang selepas pemutaran yang pertama jam 12 siang. Setiap studionya, tambah Leri, memiliki kapasitas sekitar 250 kursi penonton.

Di Yogyakarta, pemutaran perdana film Laskar Pelangi juga mendapat sambutan meriah. Penonton dari berbagai kalangan termasuk para guru antri tiket bioskop 21 di Ambarukmo Plaza.

Menurut sang novelis Andrea Hirata, Sri Sultan Hamengku Buwono X Gubernur DIY sengaja mengundang mereka untuk bertemu di Kantor Gubernur DIY Kepatihan. Raja Yogya itu bahkan mengaku sudah menonton pada Rabu (24/9), dan mengulanginya pada Kamis (25/9).

"Saya sangat senang karena tokoh sekelas Sri Sultan ternyata menaruh minat besar terhadap film Indonesia termasuk film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel saya dengan judul yang sama," kata Andrea Hirata di Ambarukmo Plaza.

Setelah pertemuan dengan Sultan HB X, ada rencana Mira Lesmana dan Riri Riza mengajak Sultan menonton kembali Laskar Pelangi.

"Kami juga mengajak puluhan guru-guru di Yogyakarta untuk menonton film ini. Saya tidak membual, tapi percayalah, film Laskar Pelangi adalah film terbaik di Indonesia," katanya.

Andrea mengatakan, anak kecil pun pasti suka karena pemandangan yang indah akan memanjakan siapa pun yang menontonnya. Andrea mengemukakan, awalnya ia pun tidak yakin film yang diangkat dari novelnya itu akan memperoleh sambutan positif dari penonton di Indonesia. Bahkan ia sempat tidak percaya diri untuk menonton film tersebut.

"Kalimantan, Sumatera, dan Lombok misalnya, sedang kita jelajahi. Interaksi dengan warga setempat diyakini memberi referensi dan wawasan yang luas. Ada konteks luar biasa di Laskar Pelangi, yakni melihat bagaimana pendidikan, arti pendidikan, persahabatan, dan pendidik. Pesan ini harus disampaikan," ujarnya.

Secara khusus Sultan HB X bahkan mengatakan bahwa film tersebut saat ini menjadi film terbaik di Indonesia. "Kemarin (Rabu 24/9) saya nonton dan hari ini (Kamis 25/9) nonton lagi," ujar Sultan bangga.

Menurut Sultan, film-film bermuatan pendidikan yang bagus dan mendidik seharusnya banyak diproduksi insan perfilman di Indonesia.

Di Kota Semarang, masyarakat juga sangat antusias melihat pemutaran perdana film Laskar Pelangi di Studio 21 Mall Ciputra dan E-Plaza Simpang Lima Semarang, Kamis.

"Animo masyarakat cukup tinggi, di mana sampai pemutaran ketiga dari empat kali pemutaran untuk hari ini selalu dipenuhi penonton," kata Joko S, Manajer Pemasaran Studio 21, Mall Ciputra Semarang di Semarang, Kamis.

(Foto: Laskar Pelangi official site & Kompas Images)

Jangan cari GARA - GARA sama BOLA


Akhirnya datang juga (lagi) film Indonesia yang bertema olahraga setelah “Liar” dan “Sebelah Mata”, kini hadir film yang mengambil nuansa efek Piala Dunia 2006. Alkisah , Dua orang sahabat yaitu Ahmad (Winky Wiryawan) yang memiliki usaha sablon t-shirt kecil-kecilan dan Heru (Herjunot Ali) ) yang bekerja sebagai kasir di restoran franchise bakmi milik bapaknya. Mereka sudah bersahabat sejak SMP dan sama-sama penggemar berat sepakbola terutama mereka nge-fans banget sama tim Panzer Jerman. Hanya saja, kegemaran mereka kadang suka disalurkan dengan cara taruhan!

Dimusim Piala Dunia 2006 inilah mereka tak lupa untuk menyalurkan hobi mereka.Di pertandingan semifinal Piala Dunia 2006 bertemulah tim pujaan mereka Jerman versus Italia, hal ini gak mereka berdua sia – siakan untuk mendukung tim kesayangan mereka, Apalagi Jerman sebagai tim tuan rumah. Heru dan Ahmad pun bertaruh habis - habisan pada tim Jerman yang justru keluar sebagai tim yang kalah. Mereka cuma punya waktu hingga malam sebelum final untuk melunasi hutang. Jika tidak, Heru dan Ahmad harus menghadapi debt collector sangar kiriman bandar judi bola terbesar di Jakarta.

Terlibat hutang judi bola hanyalah awal dari sebuah hari panjang yang akan mengubah jalan hidup Heru dan Ahmad. Dua sahabat ini harus memutar otak, patungan demi melunasi hutang. Apalagi Heru dipecat oleh bosnya yang bernama Mieke (Aida Nurmala) dengan persetujuan ayahnya (Tarzan). Situasi menjadi semakin parah tatkala Ahmad dan Heru diusir dari kontrakan oleh Ibu Kos (Aming) mereka yang transeksual.

Sepanjang perjalanan, duo pecundang ini harus melalui sederet kejadian seru yang diisi oleh konflik keluarga, penagih-penagih hutang kelaparan, pesta sosialita muda Jakarta, cara meracik bakmi ayam jamur yang baik dan benar, serta pelajaran-pelajaran hidup tak lazim lainnya!


Film ini kayanya akan lebih tepat dan terbantu pemasarannya kalau diputar dibioskop sesudah musim Piala Dunia 2006. Kata Nia Dinata selaku produser film ini, skriptnya udah ada dari Piala Dunia 2006, film ini sebenarnya sudah ditulis pada tahun 1997 dan baru diterima tahun 2005. Cuma ternyata ada Quickie Express kemudian Perempuan Punya Cerita. Akhirnya, dia menemukan ,momen yang lebih tetap yaitu Euro 2008 dan ia berharap mudah – mudahan momennya tetap. Apalagi ternyata Nia Dinata mengaku sudah lama gemar menonton bola. Hal itu tak lain karena di rumahnya, suami dan anak – anaknya adalah penggemar bola. Adik – adiknya pun setali tiga uang. Wah, jangan – jangan karena gara – gara bola Nia ingin membuat film tentang olahraga kulit bundar ini. Nia Dinata memang tidak suka ikut – ikutan, ia suka memberikan arus yang lain seperti Ca Bau Kan,Arisan! dan Quickie Express yang sukses dan melahirkan epigon. Kapan nih Nia Dinata membuat film biografi perjuangan tokoh olahraga nasional ?

Keunikan film ini tidak hanya dari ceritanya, film yang menyorot kehidupan dua orang ternyata disutradarai dan ditulis oleh dua orang yang sama. Mereka adalah Agasyah Karim (Aga) dan Khalid Kashogi (Ogi). Sebelum terjun dalam debutnya kedua sutradara ini punya pengalaman yang lumayan di balik kamera. Ogi mengaku sempat menjadi astrada FTV, astrada Janji Joni, casting director Perempuan Punya Cerita, dan lain-lain. Sedangkan Aga belum punya pengalaman di film. ”Saya lama di industri periklanan,” terangnya.

Konon, naskah ini sendiri sudah lama ditulis. ”Kita sudah menulis berdua sejak 1997,” terang Aga. Namun, tambahnya ini merupakan kali pertama naskah mereka yang dibeli oleh produser. ”Itu terjadi di tahun 2005,” kata Aga. Sejatinya, jelas Ogi, mereka berdua tidak keberatan jika naskah itu dieksekusi oleh sutradara lain. ”Tapi ternyata produser insist kita yang menyutradarai script buatan kita sendiri,” lanjut adik kandung Nia Dinata.
Kelak, usai film ini beredar ternyata mereka ingin kembali menjadi sutradara bareng dalam film yang sama. Apa iya? ”Tentunya. Karim dan Kashogi adalah satu paket!,” jawab keduanya serempak.

Aktor sekaligus DJ Winky Wiryawan yang kembali beraksi di layar lebar mengatakan Film ini mengubah 80 persen image pemainnya.Dituturkan Winky, peran Ahmad yang dilakoninya sangat berbeda dengan peran-peran ia sebelumnya. “Gue pertama kali jadi orang tolol,” ujar bintang film 'Ruang', 'Jaelangkung', 'Perempuan Punya Cerita', dan 'Badai Pasti Berlalu' itu.
Sedangkan Aming Supriatna Sughandi alias Aming setelah menjadi kuli angkut di “Doa Yang mengancam" kembali mengancam dengan film yang lain, yaitu Gara – Gara Bola. Difilm ini Aming berperan sebagai ibu kos transeksual."Peran saya sebagai ibu kos transeksual. Jadi seru. Satu bulan muncul dengan dua karakter berbeda," ungkapnya.Aming memang selalu mencari tantangan dari setiap pekerjaannya, terutama dalam bermain film. Menurut dia, peran yang ditawarkan lebih prioritas diterima jika memberikan pengalaman baru dan pelajaran untuk memperkaya kemampuan aktingnya. Aming mengaku tidak bisa sekadar berakting sebagai banci layaknya peran di variety show Extravaganza.

"Sebab, saya nggak bisa terima peran yang sama-sama saja, mesti bervariasi," ujarnya. Tapi, lanjut Aming, bisa saja dirinya menerima seandainya ada tawaran memainkan peran yang sama dengan yang pernah dimainkannya sebelumnya. Asalkan, bayarannya bagus. Jadi bukan Gara – Gara Bola nih bermain difilm tersebut, tetapi gara – gara uang nih?.
"Saya sih idealis yang realistis. Sebab, nggak bisa terlalu idealis juga, harus realistis melihat uang. Tapi, nggak berarti mecun (melacur). Ya, ibarat jual gula, siapa mau beli ya silakan," ucap pria kelahiran 7 November 1980 itu lantas tertawa. Wah makin banyak aja nih duit Aming menjelang Lebaran.
Mampukah Heru dan Ahmad menyelamatkan diri sekaligus orang-orang yang mereka
cintai? Mau lihat tipu daya Heru dan Ahmad dalam menyelamatkan diri. Apakah Aming memerankan ibu kos transeksual dengan gaya yang berbeda tonton langsung filmnya di bioskop yachh!!! film ini lumayan baguslah, gaya hidup laki laki banget,, ya mungkin ini gambaran dari sifat anda?? Bukti terbaik bahwa pertaruhan kadang dibutuhkan untuk membuat hidup lebih hidup!(Ix)

Jenis Film :
komedi/sport

Produser :
Nia Dinata

Sutradara :
Agasyah Karim
Khalid Kashogi

Penulis :
Agasyah Karim
Khalid Kashogi

Produksi :
Happy Ending Pictures

Pemain :
Winky Wiryawan
Herjunot Ali
Amink
Tarzan
Aida Nurmala
Laura Basuki

Durasi :
72 Min

Bahan2 : Tempo,Gatra,Cineplex21

Doa Yang Mengancam: Awas Kalo Ga Nonton!

Setelah sukses mengangkat novel best seller Ayat – Ayat Cinta, sutradara Hanung Bramantyo mengangkat cerita pendek yang masuk dalam daftar 'Kumpulan Cerpen Terbaik Kompas' yang berjudul DO’A YANG MENGANCAM karya Jujur Prananto. Penulis yang berhasil dengan “Pertualangan Sherina” dan “Ada Apa Dengan Cinta”.

Ceritanya berkisar seputar Madrim yang sukses menikahi Leha dengan berbekal rayuan maut dan kehidupan mewah di Jakarta. Sayangnya, kenyataan berkata lain, Madrim yang hanya buruh bongkar muat di pasar induk, tak kuasa lagi mempertahankan Leha. Istrinya itu minggat dari rumah!

Ditengah kemiskinan dan penderitaan hatinya, Madrim mengadu pada Kadir, lelaki penjaga mushola kecil. Kadir pun menyarankan apa yang disarankan hampir setiap orang tua kepada anaknya, petuah lama yang berbunyi; bekerja keras diiringi doa. Dan, Madrim pun kembali giat bekerja, dan terus berdoa di mushola Kadir. Sayangnya, kehidupan Madrim tak kunjung membaik, pun Leha semakin tak berkabar berita. Kekesalan semakin menumpuk di dada Madrim, dan dalam salah satu doa terakhirnya, Madrim pun mengancam TUHAN! dan memberi tenggat waktu tiga hari. Jika doanya tidak terkabul, ia akan berpaling ke setan.


Pada hari ketiga, petir menyambar Madrim dan ia jatuh pingsan. Ia ditolong penduduk desa. Setelah sadar, tiba-tiba Madrim memiliki kemampuan yang dapat mengetahui keberadaan seseorang hanya dengan melihat fotonya. “Kemampuan melihat” ini dimanfaatkan polisi untuk melacak keberadaan para buron. Puluhan buron berhasil ditangkap polisi atas “petunjuk” Madrim
Hal ini meresahkan Tantra, seorang “buron kerah putih” yang kaya raya. Ia menculik Madrim dan menahan di apartemennya dengan memberinya gaji buta dan pengawalan ketat. Madrim pun seketika hidup berkecukupan. Madrim lagi-lagi mengancam Tuhan agar ia dibebaskan dari “kemampuan lebih”-nya yang ternyata justru menyiksa dirinya. Kadir menduga, jangan-jangan “kemampuan lebih” itu bukan pemberian Tuhan, tapi pemberian setan. Maka Madrim pun “menggugat setan”

Lagi-lagi Madrim mengalami koma. Setelah siuman, ia bukannya kehilangan kemampuan, tapi kemampuannya justru bertambah. Ia bukan saja bisa melihat gambaran seseorang saat ini, tapi juga gambaran di masa mendatang! Dalam tempo singkat kekayaan Madrim meningkat. Tapi ia tak kunjung bahagia karena ia justru tak mampu melacak keberadaan istrinya sendiri. Ia pun memohon pada Tuhan agar dipertemukan dengan istrinya
Apakah Madrim akan mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya?Cerita film ini mungkin akan sedikit mengingatkan anda pada filmnya Jim Carrey yaitu “Bruce Almighty”. Tapi dengan kultur khas Indonesia dan permasalahan dan kehidupan Madrim yang sangat dekat dengan sebagian penduduk negeri ini, film ini punya kesempatan cukup besar menjadi sesukses film ayat – ayat cinta. Secara juga hampir seluruh tim produksi Ayat – Ayat Cinta terlibat dalam produksi Doa Yang Mengancam, mulai dari Director of Photography yang dipegang oleh Faozan Rizal, Costume Designer oleh Retno Ratih Damayanti, sound dipercayakan kepada Adimolana, sementara Art Director dikerjakan oleh Oscar Firdaus.

Cerita film genre komedi-religi ini memang bermula dari sebuah cerpen karya Jujur Prananto dengan judul yang sama. Menurut Jujur, ia butuh waktu yang lama untuk mengamini permintaan pengembangan tulisannya kedalam bentuk skenario untuk konsumsi film layar lebar. “ Saya sendiri ragu – ragu untuk menyodorkannya untuk jadi film. Karena film ini film surealis dan sangat serius sekali,” tutur Jujur. Do’a Yang Mengancam, kata Jujur, pernah diminta untuk diangkat dalam bentuk film televisi. Namun ongkos untuk menggarap syuting untuk produksi layar kaca, bakal meroket. Alur cerita didalam cerpennya itu mengharuskan untuk mengambil gambar dibanyak lokasi, sehingga diperkirakan bakal menyedot biaya yang tinggi untuk sebuah karya layar kaca.

Sementara Hanung, mengklaim bahwa cerpen milik Jujur Prananto merupakan sebuah karya sesuai dengannya, dalam kapasitasnya sebagai sutradara. "Ketika saya membaca (skenario Do`a Yang Mengancam), saya sudah bisa merasakan bahwa ini `film saya`," katanya. Hal positif mengenai film inijuga diutarakan Faozan Rizal yang berperan dibalik kamera. Ia menjanjikan film ini sebagai karya puncaknya dan Hanung. Tandem Hanung dibeberapa filmnya seperti Ayat – Ayat Cinta, Get Married, Kamulah Satu – satunya, dan banyak lagi, merasa sudah tahu karakter Hanung dan Hanung sudah Tahu Karakter Pao (panggailan Faozan Rizal). “Hanung jadi tahu warnaku, warnaku melihat dunia. Dia kebetulan ngga suka warna-warna yang pop-up gitu. Aku juga ngga suka. Aku lebih suka desaturate color. Jadi lebih enak, karena ngga perlu menyesuaikan karakter-karakter berikutnya,” demikian ungkap Pao. Loh mengapa bukan Ayat – Ayat Cinta yang dianggap puncak karyanya yah ? Padahal Ayat – Ayat Cinta meraih sukseskan. ”Sebenarnya harus menjadi karya puncak kita berdua. Karena banyak kesalahan produksi ya. Terus saya ngga menganggap itu puncak, Hanung bilang yah next film-lah...”sambung alumni IKJ ini. Sebagai inti sinematografi dari film anyarnya kelak, Pao memberikan sedikit gambaran: sisi gelap manusia ketika membicarakan sesuatu yang suci. Mustahil warna-warna permen kan?Aming pun berkerja keras ekstra keras dan kemampuannya benar – benar diuji dalam film ini. Karena selain harus membawakan peran bertolak belakang dengan apa yang biasa dia lakoni, syuting film ini pun berlangsung dengan ketat dan sesuai dengan jadwal. Pantesan di televisi rambut Aming memutih.. he..he... By the way, makin banyak nih bintang – bintang extravaganza yang bermain difilm layar lebar, jangan cuma Tora lagi Tora lagi, atau Aming dan Edric Chandra doang dunk…. Kapan nih bintang – bintang yang lain menjadi bintang utama. Atau mereka akan membuat extravaganza versi layar lebar. Kita tunggu aja deh, asal jangan kacangan aja. Tetapi kayanya Aming yang paling beruntung, karena mendapat peran yang lumyayan unik dalam film ini dan benar benar jauh berbeda dari karakter2 yang pernah dia bawakan sebelumnya.

Bagi yang ingin tahu kaya apa sih filmnya? Tunggu saja di bioskop terdekat. Atau anda yang sudah membaca cerpennya, penasaran? Apakah versi filmnya sama dengan bayangan anda saat membaca cerpen Doa Yang Mengancam ?.(Ixe)

Jenis Film :
Komedi

Produser :
Leo Sutanto, Mitzy Christina

Sutradara :
Hanung Bramantyo

Penulis :
Jujur Prananto

Produksi :
Sinemart

Durasi :
90 Min

Pemain :
Aming
Titi Kamal
Ramzi
Dedi Sutomo
Nani Wijaya
Jojon
Zaskia A. Mecca
Cici Tegal
Cahya Kamila

(Bahan2: Cineplex 21)

Suami Suami Dikejar Istri Hingga Ke Layar Lebar

Musim Lebaran kali ini bakalan rame bangetz….. Bayangin aja udah banyak sekali film yang udah antri di gerbang bioskop dan bakalan siap siap menggempur mulai tanggal 25 September ini, bener bener cari kesempatan di tengah orang orang yang kebanjiran THR kali ye…. Film film dari kelas biasa biasa aja ampe spektakuler bakalan saling seruduk untuk mengais rezeki di hari raya Idul Fitri ini, mulai dari jualan komedi yang masih lumayan rame di “Cinlok”, “Barbi3”, “Mupeng” dan “Gara Gara Bola”, kembalinya romantisme remaja ala Eiffel I’m In Love di “Chika” hingga film film potensial yang diangkat dari novel fenomenal “Laskar Pelangi” dan tulisan pendek penuh makna, “Do’a Yang Mengancam”. Sekarang datang lagi satu kontender yang tak mau kalah ingin ngeramein suasana yaitu “Suami Suami Takut Istri: The Movie”, bagi yang suka nonton sinetron komedi di televisi pasti udah ga asing lagi dengan judul yang baru disebut tadi. Yah, ini adalah versi layar lebarnya dari komedi TV sukses yang tayang setiap sore di Trans TV, komedi penerus kejayaannya “Bajaj Bajuri” yang ternyata juga merebut atensi penonton Indonesia. Multivision Plus sebagai pihak produser serial ini ternyata melihat potensialitas karya mereka ini untuk digarap ke versi yang lebih maksimal yaitu film. "Rasanya sudah cukup memberi lebih kepada pemirsa setia SSTI. Salah satu rasa terima kasih itu adalah dengan mengangkat seri komedi ke layar lebar. Pemirsa bisa menyaksikan program yang selama ini berdurasi 60 menit menjadi sebuah cerita lebih utuh," jelas ANJASMARA, Produser Pelaksana SSTI. Walaupun menurut gue, SSTI dari segi cerita masih berada di bawah “Bajaj Bajuri” yang lebih natural dan menggigit tapi tak kunjung diangkat ke layar lebar, versi bioskop “Suami Suami” ini bakalan lebih banyak mengulas kegenitan para suami yang pastinya bikin film ini jadi versi lain dari komedi komedi nyerempet yang saat ini lagi laris manis di pasaran. Ditambah lagi dengan tampilnya pemeran tamu dari klan Azhari yaitu Sarah dan Razma Azhari di film ini, yang bakalan bikin jualan Bupati (buka paha tinggi tinggi) dan Sekwilda (sekitar wilayah dada) dalam film ini jadi tambah syur syur dan byur byur.Kembali lagi ke momentum Hari Raya Lebaran sebagai salah satu saat yang tepat buat relaksasi dan tertawa berjamaah di dalam gedung bioskop bersama seluruh keluarga, teman, kerabat, maupun tetangga... Semoga film ini mampu memberikan apa yang seharusnya disajikan sebagai sebuah hiburan yang bermutu dan mendidik, bukan cuma ikut-ikutan menjual sensualitas demi merogoh kocek penonton dalam dalam.
Berikut sinopsis filmnya seperti dilansir di situs resmi “Suami Suami Takut Istri: The Movie”:
Istri-istri di Griya Mintari ramai-ramai minta bulan madu ke Bali! Para suami oke-oke saja karena ternyata mereka punya rencana nakal untuk menghadiri undangan pertunjukkan super seksi dari penyanyi Trio Ganas yang beranggotakan Sarah Azhari, Rahma Azhari, dan Pretty. Tiket disiapkan, rombongan Suami-Suami Takut Istri berangkat ke Bali
Wisata honeymoon di Bali menjadi petualangan yang penuh kelucuan yang seru dan mendebarkan. Walaupun takut sama istri, para suami terus memutar akal untuk bisa berkencan dengan tiga penyanyi seksi yang sedang jadi pujaan. Sementara para istri jadi makin cinta pada suami-suaminya yang membawa mereka berbulan madu kedua yang romantis
Sampai akhirnya Ibu-Ibu galak ini melihat udang di balik batu. Para suami panik, Trio Ganas heboh, istri-istri ngamuk berat menggemparkan Pulau Dewata! (JC)

Jenis Film : Comedy
Produser : Ram Punjabi
Sutradara : Sofyan D’surza
Pemain : Sarah Azhari, Rahma Azhari, Fauzi Baadila, Alexandra Gottardo, Olla Ramlan, Otis Pamutih, Aty Fathiyah, Irfan Setiadi
Produksi : Mvp Pictures

(Bahan bahan: www.suamisuamitakutistri.com)

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme