Raging Phoenix: Laga Memukau Sang Putri Film Aksi Asia

Penggemar film2 aksi seni bela diri di Indonesia pasti akan menemukan alasan untuk merayakan bangkitnya kembali tema ini di kancah perfilman tanah air. Hal itu disebabkan oleh hadirnya aktor muda Iko Uwais yang berhasil menampilkan aksi2 beladiri Pencak Silat yang memukau dalam “Merantau”. Bahkan di peta internasional, Iko udah dibanding2kan dengan bintang beladiri Thailand yang lebih senior dan ngetop seperti Tony Jaa. Sekarang, tinggal cari bintang cewek aja yang mampu mengimbangi Jija Yanin yang masih menonjol sebagai satu-satunya aktris muda dengan stunt dan talenta beladiri diatas standar. Setelah tampil dalam debut yang cukup membanggakan dalam “Chocolate”, sebuah film yang bahkan sanggup memikat sutradara sekaliber Quentin Tarantino, Jija hadir lagi dalam film keduanya yang berjudul “Raging Phoenix”.

Dan ternyata gue lebih menikmati “Raging Phoenix” dibandingkan “Chocolate”, yang gue rasa masih punya banyak ruang untuk bisa dimaksimalkan, terutama di departemen penyuntingan yang tidak cukup memberikan keadilan bagi perkembangan karakter Jija. Namun, film itu memungkinkannya untuk menampilkan seluruh rangkaian aksi dan stunt dengan baik. Dalam film yang satu ini, karakter dan aksi berjalan cukup seimbang. Seni bela diri yang disajikan di Phoenix jelas masih berpegang pada Muay Thai di dalamnya, dengan eksploitasi pada serangan siku dan lutut untuk melumpuhkan lawan2nya. Meskipun begitu kali ini koreografer cukup cerdas dengan menggabungkan beberapa gerakan hip-hop dan break dance ke dalam seni Muay Thai tadi. Mungkin kamu2 udah pernah nonton film bertema dance, dan udah pastinya familiar dengan beberapa gerakan yang sering ditampilkan disana, hebatnya hal2 itu difilm ini benar2 bisa diterjemahkan menjadi aksi2 mematikan untuk melumpuhkan serangan musuh. Bahkan saking piawainya Jija dan teman2 menerjemahkan keinginan koreografer dan sutradara, kita kadang tidak akan merasa bahwa beladiri yang dipertunjukkan adalah adalah penggabungan dua bentuk seni yang berbeda tadi, paling tidak sampai saat lagu hip hop Thailand Yong-Wai berhenti bermain.

Dari segi penceritaannya sendiri, agak sedikit berbeda dari kebanyakan, meskipun masih ada beberapa adegan2 melodramatis yang hanya berguna untuk memanjang2kan durasi saja. Narasi dalam “Raging Phoenix” berjalan seperti judulnya, di mana dimulai sangat lambat dan dalam beberapa hal cukup terasa membosankan, sebelum akhirnya bertransformasi menjadi bentuk yang lebih indah dan memukau, tepat setelah cerita mendapat Deu, karakter yang diperankan Jija, diselamatkan dari cengkeraman kejahatan Jaguar Gang, seseorang yang misinya adalah untuk menculik gadis-gadis dengan feromon yang unik. Diangkat menjadi anak didik Sanim (Kazu Patrick Tang), Dog, Pig dan Bull, dan agak terbelit dengan masalah ritual inisiasi kemudian, Deu akan diterima di sebuah kelompok yang anggotanya juga mencari Jaguar untuk menuntaskan dendam mereka masing-masing.

Pada kelanjutannya, “Raging Phoenix” tak berubah menjadi pertunjukan bagi Jija seorang, yang berarti Jija juga menyediakan ruang untuk rekan2nya dalam film ini bersinar, apalagi karakter yang diperankannya adalah pemula dalam bidang bela diri, dan harus bergantung pada tokoh2 lain untuk menyelamatkan dirinya pada awal cerita. Dilain sisi, agak sedikit mengecewakan bagi para penggemarnya karena kita semua tahu bahwa gadis ini benar-benar memiliki keahlian yang sudah tidak diragukan. Meskipun begitu, semuanya terasa impas saat dia akhirnya muncul dengan aksi2 yang mengundang decak kagum itu. Dengan tatanan rambut baru dan figurnya yang cute, Jija kali ini juga harus memainkan peran romantis ketika subplot yang melibatkan cinta tak terbalas kepada pelatihnya Sanim digelar.

Sekuen2 pertarungan disini tampaknya juga telah dipengaruhi oleh editing cepat ala MTV yang saat ini sedang jadi trend sendiri. Meskipun begitu beberapa gerak lambat juga tetap diselipkan ketika diperlukan untuk memungkinkan para penonton dalam mencerna setiap adegan stunt dengan baik. Setiap adegan perkelahian dibungkus dengan cukup baik, terutama ketika sutradara Rashane Limtrakul memutuskan untuk menunjukkan betapa dekat dan realistisnya aksi para aktor dan kru stuntmen dalam mewujudkan setiap pukulan, tonjokan, dan tendangan. Saya berpikir tadinya film akan banyak disensor mengingat bagaimana sang pembuat film benar2 berusaha mewujudkan slogan film ini yaitu "perkelahian nyata dan cedera nyata". Tapi surprisenya ternyata sama sekali tidak ada.

Akhirnya, “Raging Phoenix” bukanlah sebuah film yang sempurna, tetapi ini adalah sebuah tonggak sejarah lainnya bagi Jija Yanin untuk membuktikan apa yang dia bisa lakukan. Panggil gue seorang penggemar karena gue sangat menyukai film-nya dan tidak bisa menunggu untuk melihat Jija di lebih banyak film action!

0 Response to "Raging Phoenix: Laga Memukau Sang Putri Film Aksi Asia"

Posting Komentar

SILAHKAN BERIKAN KOMENTAR ANDA... JANGAN RAGU RAGU DAN MALU MALU, KAMI SIAP MENAMPUNG UNEG UNEG ANDA TENTANG POSTINGAN MAUPUN TAMPILAN BLOG KAMI... SEBELUM DAN SESUDAHNYA KAMI UCAPKAN THANK YOU SO MUCH..!

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme