Twilight Saga New Moon: Sekuel Yang Membosankan

Pertama-tama gue akan memulai resensi ini dengan jujur mengatakan kalau gue belum pernah membaca satupun buku dalam serial Twilight, tapi gue sempat menonton film pertamanya tahun kemarin sebelum menyaksikan yang kedua ini yaitu “New Moon.” Dari itu, resensi ini benar2 murni berdasarkan pengamatan pada sebuah karya sinema bukan sastra, secara dua karya ini memang seharusnya dilihat dari sisi yang berbeda dan bukannya untuk dibanding2kan.
Yang gue yakini juga, film ini punya banyak penggemar fanatiknya diluar sana yang tentunya dimulai dari kesukaan atas versi novelnya. Para penggemar fanatik ini mungkin bakalan sangat2 menyukai “New Moon” tanpa memikirkan segi kualitas sebuah film itu sendiri. Dan hal itu tentunya sangat berbeda dengan kita yang datang sebagai penonton dan pengamat film biasa, dengan kata lain bukan salah satu dari penggila serial ini. Pikiran kita tentunya akan lebih terbuka dalam menerima “New Moon” sebagai sebuah karya sinema dengan semua kekurangan dan kelebihannya. Maka dari itu, menurut gue film kedua yang diangkat dari serial laris karya Stephanie Meyer ini adalah sebuah karya film yang gagal. Sepanjang film terasa sangat2 lamban, terlalu lama dan aneh.

Sepanjang 2 jam lebih gue menonton film ini, gue merasa seperti menyaksikan sebuah buku teramat tebal yang dibuka satu persatu halamannya dalam layar, bukannya sebuah film yang ‘diadaptasi’ dari sebuah karya sastra. Untuk para penggemar setia, hal ini mungkin bisa dianggap sebagai hal yang lumrah, karena mereka memang mengharapkan setiap hal yang mereka baca bisa dimunculkan kedalam layar lebar semuanya. Dari apa yang gue denger dari beberapa yang sudah membaca novelnya, film ini memang lumayan berhasil dalam mewujudkan impian para pembaca, tapi kata lumayan tadi tentunya bukan berarti berhasil secara menyeluruh juga toh. “New Moon” sepertinya benar2 bergerak dari satu adegan ke adegan lainnya secara runut sesuai daftar yang diinginkan para pembaca novel, dan kebanyakan dari adegan2 tersebut mempertontonkan hal2 ga penting dan dialog2 yang membosankan. Bagi penggemar aksi, film ini tidak menjanjikan banyak aksi menegangkan dan menarik, hal yang mungkin diakibatkan oleh struktur dan gerak penceritaannya yang lamban, atau mungkin juga karena karakter2nya.

Beberapa karakter mungkin masih bisa jadi favorit, tetapi chemistry yang dihadirkan disini bener2 sangat lemah. Gue sendiri udah ga yakin apakah Bella dan Edward benar2 dua insan yang punya cinta mati seperti di film perdana dulu. Hubungan diantara keduanya terasa sangat hambar, ditambah lagi durasi mereka untuk berdua memang sangat sedikit sekali (hanya diawal dan penghujung film). Sama sekali ga terasa emosi yang dibutuhkan untuk meyakinkan penonton akan kuatnya tali cinta mereka, adegan2 itu hanya diwarnai oleh kesunyian, saling menatap dan Edward yang kadang2 mengucapkan beberapa frasa cinta gombal seperti “you are my everything” dan “I didn’t wanna live in a world where you didn’t exist”. Chemistry antara Bella dan Jacob malah lebih kering dan aneh lagi, tampaknya tidak ada karakter yang bisa bertukar dialog tanpa adanya ekspresi, mimik dan vokalisasi yang aneh. Percapakan yang terjadi pun terkesan tidak wajar dan jauh dari natural. Ada beberapa humor yang coba diselipkan oleh penulis naskah kedalam dialog, tapi ga ada yang bisa membuat gue tergelak, malah ketidakwajaran chemistry antar para tokoh yang bikin gue tersenyum heran. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakfasihan sang sutradara Chris Weitz yang menggantikan Catherine Hardwicke dari film terdahulu, dalam menangkap koneksi dan emosi antar para tokoh. Dari segi naskah, emang dari “Twilight” dulu juga tidak bisa dibilang bagus2 amat, tapi Hardwicke bisa menghadirkan sebuah drama dan chemistry yang lebih baik dibandingkan Weitz.

Kekuatan yang dimunculkan Weitz disini justru dari segi sinematografi, dan adegan2 aksi yang lebih tertata meskipun kemunculannya sangat2 jarang sekali. Transformasi para manusia serigala pun berjalan tanpa kendala berarti, bahkan ada beberapa adegan yang terlihat sangat detil efeknya. Balik lagi ke kekurangan film yang emang jauh lebih banyak dari kelebihannya tadi, musik yang disuguhkan disini pun kadang terkesan kurang cocok dengan keseluruhan adegan, dan lagi2 meninggalkan kesan janggal. Adegan akhir yang diharapkan menjadi duel menegangkan antara klan vampir pun tidak bisa memberikan poin lebih dan malah terkesan antiklimak.

Jadinya, keseluruhan “The Twilight Saga: New Moon” ini adalah film yang cukup mengecewakan. Masih belum mampu melebihi kualitas film pertamanya yang juga ga bagus2 amat itu. Sedikit adegan yang bisa menghibur dari durasi yang begitu panjang dan lama, semuanya terkesan lambat dan kurang menegangkan, koneksi yang miskin diantara para tokoh dan diperparah oleh akting yang kurang mengena. Bila kamu adalah penggemar setia Twilight mungkin akan menganggap film ini sangat menarik dan tidak setuju dengan resensi gue ini. Tapi bagi penonton yang murni mencari sebuah pengalaman sinematik yang lengkap, film ini kurang bisa dijadikan sebagai sebuah rekomendasi yang baik.


6 Response to "Twilight Saga New Moon: Sekuel Yang Membosankan"

  1. Kalau yang ga baca novelnya pasti akan bilang semua film Twilight jelek dan ga mutu. Itu udah pasti. Tapi yang baca dan suka novel Twilight belum tentu bilang filmnya bagus sekali hanya karena suka novelnya. Hehe..

    Malah menurut saya pribadi, Twilight kemarin itu betul2 disaster, semua emosi yang ada di dalam novel Twilight ga berhasil dimunculin dalam film. Dan menurut saya, New Moon lebih baik. Jauh lebih baik dari Twilight, dalam segi adaptasi novel ke filmnya.

    Di novelnya sendiri, New Moon, memang tidak banyak adegan aksi, karena dari sekian banyak novel Twilight series, New Moon ini lah yang paling 'dark' dan mengisahkan cinta segitiga Edward-Bella-Jacob.

    Filmnnya ssendiri hanya lumayan menurut saya, tidak luar biasa. Tidak mungkin bisa menandingi novelnya.

    Btw, salam kenal.. :)

    Mich says:

    Salam kenal juga Gabby.. Thanks atas komentarnya.. :)

    Anonim says:

    gak niat nonton, walaupun ditraktir, walaupun dikasih duit.

    pure rubbish. dibuat cuma untuk memenuhi fans pecinta bukunya yang juga rubbish. itu bukan kataku lho, tapi kata stephen king.
    baca di sini:
    http://www.guardian.co.uk/books/2009/feb/05/stephenking-fiction

    Wah kurang begitu suka membaca, jadi menontonnya aja.
    Nice blognya, salam kenal ya...

    Mich says:

    Terima kasih.. Salam kenal juga dari kami.

    Anonim says:

    Selling point dari Twilight Saga hanya pada aktor aktrisnya yang cakep dan adegan sensualitas yang diumbar di sana-sini. Dari segi penjualan, okelah tiket bioskop New Moon mencetak rekor penjualan tercepat. But hey, itu hanya berarti mereka menang secara kuantitas. Tapi secara kualitas? Lihatlah kenyataan bahwa dari keempat film Twilight, yang ratting IMDB nya paling tinggi cuman bisa dapet 5.3. Twilight Saga juga hanya bisa merajai ajang penghargaan rendah yang pemenangnya dipilih berdasarkan voting. Tapi bagaimana dengan Golden Globe, Oscar? Haha, yang ada malah dapet 8 nominasi Razzie kan :p

    Saya bukannya benci Twilight, tapi lebih kepada kecewa, karena saya baca bukunya duluan baru nonton filmnya. Ekspetasi saya sudah tinggi banget bahwa filmnya bakal seheboh bukunya, atau bahkan lebih. Tapi kenyataan? Liat sendiri aja deh…

Posting Komentar

SILAHKAN BERIKAN KOMENTAR ANDA... JANGAN RAGU RAGU DAN MALU MALU, KAMI SIAP MENAMPUNG UNEG UNEG ANDA TENTANG POSTINGAN MAUPUN TAMPILAN BLOG KAMI... SEBELUM DAN SESUDAHNYA KAMI UCAPKAN THANK YOU SO MUCH..!

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme