Siaga Film : The Raid : SWAT berbau Pencak Silat
Minggu, 25 Maret 2012
Minggu, Maret 25, 2012
,
0 Comments
Label: Action , Etnik , Film 2012 , Indonesia
Label: Action , Etnik , Film 2012 , Indonesia
The Raid (sebelum diedarkan: Serbuan Maut) adalah film aksi seni bela diri dari Indonesia yang disutradarai oleh Gareth Evans dan dibintangi oleh Iko Uwais. Sutradara Gareth Evans memang bukan orang Indonesia asli dan sama sekali tidak memiliki darah keturunan Indonesia. Namun beberapa tahun belakangan ini, dia selalu tertarik dalam membuat film-film - baik dokumenter maupun komersil - yang berhubungan dengan kebudayaan Indonesia. Menurut IMDb, Dia bekerja sama dengan aktris senior Christine Hakim dalam membuat sebuah film dokumenter berjudul "The Mystic Arts of Indonesia: Pencak Silat".
Selain diperankan Iko Uwais, film ini juga diramaikan oleh beberapa aktor lain seperti Ananda George, Ray Sahetapy, Joe Taslim, Doni Alamsyah, dan Pierre Gruno.
The Raid, pertama kali dipublikasi pada Festival Film Internasional Toronto (Toronto International Film Festival, TIFF) 2011 sebagai film pembuka untuk kategori Midnight Madness, para kritikus dan penonton memuji film tersebut sebagai salah satu film aksi terbaik sehingga memperoleh penghargaan The Cadillac People's Choice Midnight Madness Award. Film ini diputar juga pada beberapa festival film internasional berikutnya, seperti Festival Film Internasional Dublin Jameson (Irlandia), Festival Film Glasgow (Skotlandia), Festival Film Sundance (Utah,AS), South by Southwest Film (SXSW, di Austin, Texas, AS), dan Festival Film Busan (Korea Selatan), menjadikannya sebagai film komersial produksi Indonesia pertama yang paling berhasil di tingkat dunia.
Film ini adalah kerja sama kedua antara Evans dan Uwais setelah film aksi pertama mereka, Merantau, yang diluncurkan pada tahun 2009. Dengan proyek ini, mereka hendak menonjolkan seni bela diri tradisional Indonesia, pencak silat, dalam tata laga mereka. Penata laga untuk The Raid adalah Iko Uwais dan Yayan Ruhian, sama seperti pada Merantau, dengan sejumlah ide dari Gareth Evans sendiri.
Hak distribusi internasional dipegang oleh Nightmare Distribution. Pada saat showcase di Festival Film Cannes 2011, Sony Pictures Classic Worldwide Acquisition (yang juga mendistribusikan film "Crouching Tiger, Hidden Dragon") membeli hak pendistribusian film ini untuk kawasan Amerika Serikat dan Amerika Latin. Untuk kepentingan mempertinggi popularitas, Sony Pictures meminta Mike Shinoda (anggota Linkin Park) bersamaJoseph Trapanese untuk menciptakan musik latar bagi film versi mereka ini. Akibat permasalahan hak cipta dan rencana pembuatan trilogi, film ini dirilis di Amerika Utara oleh Sony Pictures dengan judul The Raid: Redemption. Hak pendistribusian untuk negara-negara lainnya juga telah dijual kepada Alliance (untuk Kanada), Momentum (Inggris), Madman (Australia dan Selandia Baru), SND (kawasan berbahasa Prancis), Kadokawa (Jepang), Koch (kawasan berbahasa Jerman), HGC (Cina), dan Calinos (Turki).Kesepakatan juga telah dibuat dengan para distributor dari Russia, Skandinavia, Benelux, Islandia,Italia, Amerika Latin, Korea Selatan, dan India ketika film ini sedang dipertunjukkan pada Festival Film Internasional Toronto (TIFF), Toronto, Kanada pada September 2011.
Film 'The Raid: Redemption' mendapat sambutan hangat dari para kritikus dunia. Film karya anak bangsa ini diulas di sejumlah media asing seperti Los Angeles Times,Hollywood.com, dan New York Post.
Lewat ulasannya berjudul 'Armed for the ‘Redemption’' di New York Post, kritikus film Lou Lumenick menyebut, adegan aksi di film "The Raid' brutal dan memacu adrenalin. Ia juga mengatakan, film 'The Raid' tidak ditujukan bagi penonton yang memiliki jantung lemah ataupun masalah dengan perut.
"'The Raid: Redemption' memiliki beberapa plot twist yang rapih dan sedikit banyak karakterisasi dari yang Anda harapkan dari jenis film semacam ini. Namun kebanyakan hal tersebut merupakan impian dari para pecinta laga," ujar Lumenick.
Kritikus Gary Goldstein tak ketinggalan mengulas film garapan sutradara Gareth Evans tersebut dengan tajuk 'The Raid: Redemption' is an action bonanza' di Los Angeles Times. Goldstein menilai, film 'The Raid' kaya akan adegan laga yang mengejutkan. Ia juga tak segan memuji kemampuan Evans dalam menyajikan visualiasi menakjubkan yang bisa membuat mata penonton tak teralihkan.
"Ini melelahkan, menggembirakan, hal-hal memukau yang tidak boleh dilewatkan oleh penggemar film yang dibuat dengan penuh enerjik," ujar Goldstein.
Pujian terhadap film yang dibintangi Iko Uwais ini juga datang dari kritikus film Matt Patches. Lewat ulasannya di Holywood.com, Patches mengatakan bahwa definisi film laga modern bisa diperdebatkan setelah menyaksikan film 'The Raid'.
"Tentu saja mereka memiliki adegan laga- tapi tak ada yang setara dengan apa yang telah dilakukan sutradara Gareth Evans lewat seni bela diri yang hebat sekali, koreografi dengan presisi yang tak terbayangkan," ujar Patches.
Film ini menuai banyak puji, tetapi kalau ada yang teliti akan melihat salah satu screen yang ganjil. Disalah satu adegan kerusuhan dimana seharusnya kalau ada kerusuhan mobil - mobil harusnya berhenti.
Film ini berlatarkan di jantung daerah kumuh Jakarta yang berdiri sebuah gedung apartemen tua yang menjadi markas persembunyian para pembunuh dan bandit kelas dunia yang paling berbahaya. Sampai saat ini, blok apartemen kumuh tersebut telah dianggap tidak tersentuh, bahkan untuk perwira polisi yang paling berani sekalipun. Diam-diam di bawah kegelapan dan keheningan fajar, sebuah tim elit polisi penyerbu berjumlah 20 orang ditugaskan untuk menyerbu apartemen persembunyian tersebut untuk menyergapgembong narkotik terkenal yang menguasai gedung tersebut. Tapi ketika sebuah pertemuan dengan seorang pengintai membuka rencana mereka dan berita tentang serangan mereka mencapai sang gembong narkotik, lampu dalam gedung tiba-tiba padam dan semua pintu keluar diblokir. Terdampar di lantai enam dan tanpa jalan keluar, satuan khusus tersebut harus berjuang melawan penjahat-penjahat terburuk dan terkejam untuk bertahan hidup dalam misi penyerbuan tersebut. Sepertinya akan lebih seru kalau melihat aksinya dengan mata kepala sendiri.
Selain diperankan Iko Uwais, film ini juga diramaikan oleh beberapa aktor lain seperti Ananda George, Ray Sahetapy, Joe Taslim, Doni Alamsyah, dan Pierre Gruno.
The Raid, pertama kali dipublikasi pada Festival Film Internasional Toronto (Toronto International Film Festival, TIFF) 2011 sebagai film pembuka untuk kategori Midnight Madness, para kritikus dan penonton memuji film tersebut sebagai salah satu film aksi terbaik sehingga memperoleh penghargaan The Cadillac People's Choice Midnight Madness Award. Film ini diputar juga pada beberapa festival film internasional berikutnya, seperti Festival Film Internasional Dublin Jameson (Irlandia), Festival Film Glasgow (Skotlandia), Festival Film Sundance (Utah,AS), South by Southwest Film (SXSW, di Austin, Texas, AS), dan Festival Film Busan (Korea Selatan), menjadikannya sebagai film komersial produksi Indonesia pertama yang paling berhasil di tingkat dunia.
Film ini adalah kerja sama kedua antara Evans dan Uwais setelah film aksi pertama mereka, Merantau, yang diluncurkan pada tahun 2009. Dengan proyek ini, mereka hendak menonjolkan seni bela diri tradisional Indonesia, pencak silat, dalam tata laga mereka. Penata laga untuk The Raid adalah Iko Uwais dan Yayan Ruhian, sama seperti pada Merantau, dengan sejumlah ide dari Gareth Evans sendiri.
Hak distribusi internasional dipegang oleh Nightmare Distribution. Pada saat showcase di Festival Film Cannes 2011, Sony Pictures Classic Worldwide Acquisition (yang juga mendistribusikan film "Crouching Tiger, Hidden Dragon") membeli hak pendistribusian film ini untuk kawasan Amerika Serikat dan Amerika Latin. Untuk kepentingan mempertinggi popularitas, Sony Pictures meminta Mike Shinoda (anggota Linkin Park) bersamaJoseph Trapanese untuk menciptakan musik latar bagi film versi mereka ini. Akibat permasalahan hak cipta dan rencana pembuatan trilogi, film ini dirilis di Amerika Utara oleh Sony Pictures dengan judul The Raid: Redemption. Hak pendistribusian untuk negara-negara lainnya juga telah dijual kepada Alliance (untuk Kanada), Momentum (Inggris), Madman (Australia dan Selandia Baru), SND (kawasan berbahasa Prancis), Kadokawa (Jepang), Koch (kawasan berbahasa Jerman), HGC (Cina), dan Calinos (Turki).Kesepakatan juga telah dibuat dengan para distributor dari Russia, Skandinavia, Benelux, Islandia,Italia, Amerika Latin, Korea Selatan, dan India ketika film ini sedang dipertunjukkan pada Festival Film Internasional Toronto (TIFF), Toronto, Kanada pada September 2011.
Film 'The Raid: Redemption' mendapat sambutan hangat dari para kritikus dunia. Film karya anak bangsa ini diulas di sejumlah media asing seperti Los Angeles Times,Hollywood.com, dan New York Post.
Lewat ulasannya berjudul 'Armed for the ‘Redemption’' di New York Post, kritikus film Lou Lumenick menyebut, adegan aksi di film "The Raid' brutal dan memacu adrenalin. Ia juga mengatakan, film 'The Raid' tidak ditujukan bagi penonton yang memiliki jantung lemah ataupun masalah dengan perut.
"'The Raid: Redemption' memiliki beberapa plot twist yang rapih dan sedikit banyak karakterisasi dari yang Anda harapkan dari jenis film semacam ini. Namun kebanyakan hal tersebut merupakan impian dari para pecinta laga," ujar Lumenick.
Kritikus Gary Goldstein tak ketinggalan mengulas film garapan sutradara Gareth Evans tersebut dengan tajuk 'The Raid: Redemption' is an action bonanza' di Los Angeles Times. Goldstein menilai, film 'The Raid' kaya akan adegan laga yang mengejutkan. Ia juga tak segan memuji kemampuan Evans dalam menyajikan visualiasi menakjubkan yang bisa membuat mata penonton tak teralihkan.
"Ini melelahkan, menggembirakan, hal-hal memukau yang tidak boleh dilewatkan oleh penggemar film yang dibuat dengan penuh enerjik," ujar Goldstein.
Pujian terhadap film yang dibintangi Iko Uwais ini juga datang dari kritikus film Matt Patches. Lewat ulasannya di Holywood.com, Patches mengatakan bahwa definisi film laga modern bisa diperdebatkan setelah menyaksikan film 'The Raid'.
"Tentu saja mereka memiliki adegan laga- tapi tak ada yang setara dengan apa yang telah dilakukan sutradara Gareth Evans lewat seni bela diri yang hebat sekali, koreografi dengan presisi yang tak terbayangkan," ujar Patches.
Film ini menuai banyak puji, tetapi kalau ada yang teliti akan melihat salah satu screen yang ganjil. Disalah satu adegan kerusuhan dimana seharusnya kalau ada kerusuhan mobil - mobil harusnya berhenti.
Film ini berlatarkan di jantung daerah kumuh Jakarta yang berdiri sebuah gedung apartemen tua yang menjadi markas persembunyian para pembunuh dan bandit kelas dunia yang paling berbahaya. Sampai saat ini, blok apartemen kumuh tersebut telah dianggap tidak tersentuh, bahkan untuk perwira polisi yang paling berani sekalipun. Diam-diam di bawah kegelapan dan keheningan fajar, sebuah tim elit polisi penyerbu berjumlah 20 orang ditugaskan untuk menyerbu apartemen persembunyian tersebut untuk menyergapgembong narkotik terkenal yang menguasai gedung tersebut. Tapi ketika sebuah pertemuan dengan seorang pengintai membuka rencana mereka dan berita tentang serangan mereka mencapai sang gembong narkotik, lampu dalam gedung tiba-tiba padam dan semua pintu keluar diblokir. Terdampar di lantai enam dan tanpa jalan keluar, satuan khusus tersebut harus berjuang melawan penjahat-penjahat terburuk dan terkejam untuk bertahan hidup dalam misi penyerbuan tersebut. Sepertinya akan lebih seru kalau melihat aksinya dengan mata kepala sendiri.