Madame X : Membela Kebenaran Menjaga Penampilan

madame x
Sebagai produser, sutradara, maupun penulis, Nia Dinata selalu menampilkan sesuatu yang beda. Berawal dari obrolannya dengan Aming, dia kembali hadir dengan “Madame X”. Kalo biasanya jago itu cowok atau cewek dan macho - macho, kali ini jagoaannya "setengah - setengah" dan nyentrik. Film debut dari sutradara Lucky Kuswandi ini disebut sebagai sebuah film superhero.“Madame X” masuk ke dalam deretan film superhero yang menceritakan karakter superhero yang eksentrik. Sebelumnya, “Kick-Ass” sudah disuguhkan kepada penonton. Film tersebut berusaha memberikan karakter superhero baru dengan sudut pandang baru pula. Melihat kondisi ini, kita bisa merasa bangga dengan proses kreativitas dibalik “Madame X” yang tepat sekali dalam melihat kecenderungan trend genre film tahun ini.Tetapi “Madame X” sungguh terasa mengekor Kick - Ass, sama - sama from zero to hero.

Tokoh utama MADAME X, Aming, merupakan perias salon transgender. MADAME X adalah perubahan seorang waria Adam. Kelucuan film ini berawal dari tingkah kemayu Adam. Kisahnya berawal dari Adam saat sedang berulang tahun. Hari bahagia tersebut pun dirayakan oleh ibu angkatnya yang dipanggil Tante Liem (Baby Jim), bersama dengan waria bernama Aline (Joko Anwar) yang merupakan sahabat karibnya, dan Cun Cun (Fitri Tropica).

Tiba-tiba seorang wanita bernama Bunda Lilis (Sarah Sechan) datang berkunjung ke salonnya dan memperingatkannya agar tidak mempelajari sebuah tarian yang bisa membunuhnya. Tanpa mengerti maksud dari Bunda Lilis, Adam pun hanya mendengarkan ramalan itu saja. Di malam harinya, Adam bersama Aline dan Cun Cun merayakan ulang tahunnya di sebuah klub waria. Ternyata tempat itu diserang oleh sebuah ormas yang suka melakukan tindak kekerasan dan dipimpin oleh Kanjeng Badai (Marcell Siahaan).

Semua waria diangkut ke dalam sebuah truk. Aline, yang memang selalu bicara sesuka hati tanpa melihat kondisi di sekitarnya, harus berakhir dilempar keluar truk. Adam pun marah dan berusaha melawan, tapi nasibnya pun sama dengan Aline. Ia dilempar keluar dari truk. Lalu, Adam diselamatkan oleh sepasang suami istri, Om Rudy (Robby Tumewu) dan Tante Yantje (Ria Irawan). Pasangan tersebut memiliki kelompok penari yang menarikan Tari Lenggok.



Berkat latihan tari tersebut, Adam jadi mahir. Sesuai dengan keahlian yang dimiliki, Adam menggunakan senjata tas make-up untuk membeladiri. Karena dorongan yang kuat untuk menyelamatkan kawan-kawannya, Adam kembali ke ibukota sebagai 'Madame X'. Di kota, Kanjeng Badai ternyata sibuk berkampanye untuk pemilihan pemimpin. Adam merasa tak rela jika orang sejahat Kanjeng Badai terpilih.

Dengan kekuatan tas make-up dan peralatan dandan, juga perpaduan seksi antara seni bela diri dan gerak tari, Madame X harus mengalahkan Kanjeng Badai dengan gemulai sebelum musuhnya itu memenangkan pemilu. Halangan terbesarnya adalah pendukung partai politik Kanjeng Badai yang terkenal militan dan homophobia.

Dari sinopsis di atas, mungkin sudah dirasakan ada bagian yang relevan dengan kondisi masyarakat sekarang. Nyatanya, film ini memang tidak malu-malu dalam melemparkan berbagai macam sindiran ke berbagai macam kalangan di Indonesia. Hal ini terlihat dari karakter, adegan, dan dialog yang dilontarkan. “Madame X” memperlakukan isu-isu sosial yang disinggungnya itu seperti meneriakkan betapa gilanya kondisi di Indonesia yang dianggap semakin absurd. Teriakan tersebut begitu jelas dan lantang. Dengan menggunakan medium film superhero, penyelesaian yang diberikan oleh film ini pun membuat keseluruhan film bernuansa fabel.

Semua ini menjadi jembatan bagi penonton untuk menyeberang ke dalam dunia superhero dan villain yang mengenakan pakaian layaknya model dalam sebuah fashion show. Untuk bisa menyeberang, semua tergantung dari penonton. Jika sindiran yang membangun jembatan tersebut mampu mengusik Anda hingga mengurangi kenikmatan menonton, maka mungkin “Madame X” akan mengganggu Anda sepanjang film. Kebalikannya, jika Anda tidak merasa terganggu, maka Anda bisa melihat “Madame X” sebagai sebuah film yang menghibur dengan cukup baik dalam hal relevansinya dengan kondisi sosial di Indonesia. Tidak banyak film Indonesia yang sekedar ingin menghibur penontonnya, tapi gagal dalam membangun koneksi yang baik dengan penonton. Banyak di antaranya justru hanya membuat kita mengernyit dan mempertanyakan logika dibalik motif dan cerita dalam film.

Dalam berbagai film superhero, spesial efek banyak dijadikan sebagai menu utama dari sajiannya. Dengan menggunakan teknologi CGI (Computer-generated Imagery), efek visual “Madame X” yang terlihat cheesy justru menjadi sesuatu yang disengaja untuk menghadirkan tontonan tentang superhero yang eksentrik layaknya karakter-karakter dalam film ini. Di departemen kostum, Tania Soeprapto, Isabelle Patrice, Jeffrey Tan, dan Lenny Agustin menambah warna-warni dari penampilan visual “Madame X”. Kemeriahan dari CGI dan kostum ini sayangnya tampak kurang menonjol dengan baik karena tampilan dari “Madame X” yang kurang terasa tajam. Meskipun begitu, hal tersebut tidaklah terlalu menganggu kenikmatan menonton.

Dengan tujuan ingin menjadi film yang menghibur dan meninggalkan sesuatu untuk dibicarakan oleh penonton setelah menontonnya, “Madame X” sebenarnya kurang berhasil. Terlepas dari keunikan dari segi ide, karakter, skenario, efek visual, dan kostum, ternyata hiburan yang disuguhkan kurang dapat terjaga sepanjang film. Lelucon-lelucon yang dilontarkan kurang menggigit walaupun terasa pedas. Aktor-aktor yang berakting dalam film ini memang ekspresif dalam menghidupkan karakter mereka. Tapi, hal tersebut sebenarnya sudah dapat terduga hanya dengan membaca deretan nama pemainnya saja. Tidak ada sesuatu yang terasa seperti kejutan atau pun istimewa dari penampilan mereka. Mungkin Vincent dan Joko Anwar belum pernah berakting sebagai waria, tapi kita tahu mereka mau dan bisa melakukannya.

Meski terasa kurang dapat menjaga hiburannya dan tidak meninggalkan sesuatu di dalam benak penonton, “Madame X” tetap dapat dinikmati sebagai film yang memberikan kesegaran kreativitas dan berbeda.

Mengangkat tema gender dan politik, film ini menghilangkan batasan jenis kelamin yang selama ini masih banyak menjadi penghalang seseorang berkarya. Jadi, selain menghibur kita bisa juga belajar menghargai orang lain tanpa batas gender. Yang asyik, film ini juga memadukan tari-tari tradisional yang ada di Indonesia sebagai bentuk beladiri.

Tetapi yang penting Madame X itu "membela kebenaran menjaga penampilan" .

Studio : Kalyana Shira Films
Genre : Comedy, Action
Director : Lucky Kuswandi
Producer : Nia Dinata
Starring : Amink, Marcell, Shanty, Titi Dj, Sarah Sechan, Fitri Tropica, Robby Tumewu, Ria Irawan, Joko Anwar



Sumber : Flick Magazine. Kapanlagi.com, filmoo

Eat,Pray,Love : Perjalanan yang Melelahkan Penuh Makna

Eat,Pray,Love : Perjalanan yang Melelahkan Penuh Makna
Bulan November lalu, perhatian masyarakat Indonesia sempat tertuju pada syuting film Eat, Pray , Love yang dilakukan di Bali. Selama 2 pekan, Julia Robert bersama sejumlah kru dari Hollywood melakukan syuting dibawah penjagaan yang super ketat. Kini, Eat, Pray & Love bisa dinikmati di bioskop – bioskop.

Eat, Pray, Love mengisahkan seorang perempuan bernama Elizabeth Gilbert (Julia Robert) yang bosan dengan kemewahan yang dimiliki kemudian memutuskan mencari makna kehidupan dan cinta di berbagai negara; Italia, India dan Bali. Di Bali, Elizabeth bersahabat dengan seorang dukun bernama Ketut Liyer dan seorang pelukis bernama Nyoman. Sampai pada akhirnya, Elizabeth menemukan kembali cinta sejatinya, Felipe (Javier Bardem), seorang pria blasteran Brazil di Bali.

Pada awalnya Elizabeth Gilbert (Julia Robert) bisa dibilang adalah wanita paling beruntung, dia memiliki apa yang wanita modern dambakan. Tetapi punya seorang suami, rumah, dan karir yang sukses ternyata tidak membuat Liz menikmati hidupnya lagi. Dia kehilangan keseimbangan, bingung dengan dirinya sendiri beserta kehidupan asmaranya. Pada saat sedang meraba-raba apa yang sebenarnya ia cari dalam hidup ini, dia justru kehilangan apa arti cinta dan mencintai, keyakinannya mulai redup, dan kenikmatan hidup tidak lagi terkecap manis, apa yang diharapkannya ketika “selera” hidup itu mulai menjauh.

Pernikahannya dengan Steven (Billy Crudup) pun kandas di tengah persimpangan jalan, diantara lalu lalang problematika hubungan suami-istri dan keinginan-keinginan yang selama ini hanya terpendam di hati. Liz memang pada akhirnya menemukan sosok pria pengganti dalam diri David (James Franco), melupakan sejenak bahwa dia masih terluka dan mencoba menikmati “pelarian”-nya. Tapi pada akhirnya hubungan keduanya gagal, Liz pun lelah berlari di jalan yang sama. Kini tiba waktunya untuk Liz mengambil rute yang berbeda, mengambil keputusan yang mungkin seharusnya dia ambil dari awal. Satu-satunya yang dia inginkan sekarang adalah keliling dunia selama satu tahun dan berharap bisa menemukan potongan “puzzle” dirinya yang hilang.
eat,pray,love
Seperti judulnya Eat, Pray, Love mewakili kegiatan yang Elizabeth lakukan pada tiap negara. Eat ; ketika berada di Italia, Elizabeth mengumbar nafsu makannya pada masakan-masakan Italia. Tak heran, beratnya bertambah menjadi 12 kilogram. Pray ; Dari Italia menuju India. Elizabeth menghabiskan waktu 4 bulan untuk menjalani meditasi dan mengeksplorasi sisi spiritual. Untuk lebih menggali sisi spiritualnya, Elizabeth menyerahkan dirinya pada Ashram (padepokan Hindu). Love ; menjadi tujuan terakhir Elizabeth, yaitu Bali tempat yang eksotik. Elizabeth menemukan kembali cinta sejatinya bernama Felipe di Bali. Jelas, Eat, Pray, Love adalah menjadi bukti catatan kegiatan perjalanan spiritual Elizabeth dalam mencari jati diri. Dan secara juga bisa diartikan ini adalah kebutuhan makanan jasmani dan batin.

Eat, Pray, Love yang diadaptasi dari memoir laris karya jurnalis Elizabeth Gilbert yang melakukan perjalanan solo ke berbagai negara untuk mencari makna kehidupan dan cinta. Buku perjalanan Elizabeth Gilbert adalah buku yang laris sehingga sudah terjual lebih dari 8 juta copy. Tetapi Keekonomian penerbitan buku dan Hollywood sungguh berbeda satu sama lain. Hanya sedikit buku yang bisa dicetak lebih dari satu juta kopi, namun untuk membuat sebuah film menjadi laris, studio film perlu menjual jutaan tiket. tu adalah tantangan yang dihadapi pula oleh studio, produser, sutradara, dan penulis film lainnya ketika mereka berusaha melayarlebarkan novel-novel berceritakan wanita. "Eat Pray Love" sendiri menghadapi kompetisi yang keras. 

Salah satunya dari film laga produksi Lionsgate "The Expendables" yang juga akan dirilis Jumat ini.  Film ini diperkirakan bakal mendapat sambutan luar biasa dari pria dewasa sampai anak-anak sehingga semestinya berada di puncak di pekan ini. 

Seperti telah diduga, "Eat Pray Love" menarik perhatian perempuan berusia 30an dan di atasnya, tetapi film itu ternyata juga sangat disukai perempuan berumur 20an, bahkan kalangan remaja. 

Sony berharap film itu mendapat sambutan hangat penonton, pujian dan bertahan lama di puncak 10 film terlaris, seperti dialami film yang juga garapan Sony "Julie & Julia" setahun lalu.

Manakala "Eat Pray Love" difilmkan, pembuatnya telah memilih aktor dan aktris kawakan dengan harapan menjadi daya tarik penonton untuk menyaksikannya. 

Bintang-bintangnya memang menjanjikan mendatangkan banyak penonton, sebutlah aktris berusia 42 tahun Julia Roberts yang memerankan Elizabeth Gilbert, sutradara Ryan Murphy ( yang juga menyutradarai "Glee"), produser Dede Gardner ("The Time Traveler's Wife"), James Franco yang memerankan guru yoga David Piccolo, Richard Jenkins yang berusia lawas memerankan penasihat spiritual Richard dari Texas, dan aktor Spanyol berusia 41 tahun Javier Bardem yang memerankan kekasih Elizabeth Gilbert, Felipe.

"Saya harap mereka bisa menarik segmen penontonnya masing-masing," kata Gardner.

Gardner menyebut film ini reflektif, tidak hanya karena para bintangnya, namun juga karena orang-orang di belakang kamera seperti Murphy dan sinematografis Robert Richardson (pemenang Oscar untuk film "The Aviator" and "JFK")

Menonton film ini tentu sangat melelahkan tidak hanya karena perjalanan panjang yang ditempuh Liz ke berbagai kota berbeda untuk menemukan kembali kehidupannya, tapi juga karena ditambah perjalanan tersebut berdurasi 2 jam lebih. Sayangnya film ini kurang berhasil mengisi setiap menitnya dengan menarik.

Kata terakhir “Love” pun tidak tersampaikan dengan sempurna, parahnya Javier Bardem berlakon kaku disini. Beruntung ketika akting makin payah dan jalan cerita makin terlunta, Bali masih tetap terlihat indah walau tidak ditangkap kamera semeriah kota Roma. Pulau yang terkenal dengan sebutan pulau Dewata ini pun sanggup memaksa saya dengan lembut untuk tetap betah dalam bioskop. Apalagi rasa betah itu makin terasa ketika Christine Hakim dan Hadi Subiyanto muncul dan menampilkan porsi akting yang maksimal walau hanya sebentar saja. Hadi Subiyanto yang berperan sebagai Ketut, sang “yoda” bagi Liz, tampil sangat lucu dan sukses membuat saya beberapa kali tertawa. Eat, Pray, Love akhirnya hanya menjadi kisah percintaan berujung membosankan tapi pesan-pesan kehidupannya memang sangat positip dan sayang untuk tidak dipetik maknanya.

Inilah untuk pertama kalinya, sebuah film Hollywood bernilai milyaran dolar, dengan bintang sekaliber Julia Roberts dan Javier Bardem, mengambil setting di Indonesia, tepatnya Bali. Deborah Gabinetti dari Bali Film Center, organisasi yang sejak tahun 2002, aktif mempromosikan Indonesia sebagai lokasi syuting film layar lebar, menilai ini terobosan berarti.
"Dengan film ini, kita membuktikan kita bisa melakukan sesuatu sekaliber ini. Indonesia sangat luas, sangat tidak tersentuh, jadi ini sangat menarik," ujar Gabinetti.
Upaya Bali Film Center mendapat dukungan dari Pemda Bali, serta Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, yang optimis fillm ini akan mendongkrak kembali pamor Indonesia di mata dunia, yang sempat turun akibat serangkaian serangan terorisme.
"Kita harapkan film ini dapat memacu produser-produser lain untuk membuat film di Indonesia," ujar Sapta Nirwandar, Dirjen Pemasaran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Namun, menurut Deborah, untuk mampu bersaing dalam industri film internasional, tak cukup hanya dnegan membuka tangan selebar-lebarnya. Untuk setting negara tropis, Indonesia sering kalah bersaing dengan lokasi lain, yang sudah mempunyai program insentif khusus untuk industri perfilman.
"Fiji dan Thailand memiliki program insentif yang bagus sekali. Ini sesuatu yang dicari semua studio, tak hanya dari Amerika, tapi juga dari seluruh dunia. Baik dalam potongan pajak, atau tambahan dana, hibah dan lain-lain," jelas Gabinetti.
Menurut Christine Hakim, yang juga hadir pada malam premier "Eat, Pray, Love" di Siegfeld Theater, New York, pelaku industri film Indonesia bisa belajar dari sistem dan etos kerja insan perfilman Hollywood.
"Seorang profesional, sekaliber Julia Roberts, memang harus disiplin pada dirinya. Bukan hanya Julia saya lihat, yang lainpun, kru-krunya juga seperti itu. Tidak ada orang yang tidak berkepentingan berada dalam set, tidak ada becanda cekikikan. Semua hanya fokus padajob description masing-masing," kata Christine. Ia menambahkan bahwa sebetulnya Indonesia memiliki banyak pembuat film dan aktor-aktor yang potensial.
Selain potensi pengembangan industri perfilman tanah air, film ini diharapkan akan menggairahkan kembali industri pariwisata. Malah menurut pengamat, kini yang sedang menjadi trend di kalangan warga Amerika adalah wisata spiritual, dan salah satu tujuan wisata spiritual yang mereka nanti-nantikan adalah Bali.
Kedua pemain pendukung "Eat, Pray, Love" mengaku sangat terkesan dengan Bali, dan bahkan ingin pindah ke sana, setelah enam minggu syuting di Pulau Dewata tersebut.
"Saya suka pantainya, tapi Ubud juga cantik dengan sawah-sawahnya. Kita juga pergi arung jeram," ujar TJ Power, pemeran Leon.
Sementara itu, Arlene Tur, pemeran Armenia sangat terkesan dengan masakan Indonesia. "Saya suka sekali nasi goreng dengan telur di pagi hari. Itu sarapan saya setiap pagi. Enak sekali," kenang Arlene.

Di Indonesia, film "Eat, Pray, Love" baru akan mulai diputar pertengahan Oktober, sejalan dengan berlangsungnya Balinale, festival film internasional yang dikelola Bali Film Center.
eat,pray,love

Studio : Columbia Pictures, Plan B Entertainment
Genre : Drama, Romance
Director : Ryan Murphy
Producer : Dede Gardner, Brad Pitt

Starring :
Julia Roberts, Javier Bardem, James Franco, Billy Crudup, Richard Jenkins, Viola Davis, Christine Hakim

Sumber:Filmoo, Flick Magazine, http://www.voanews.com/indonesian/news/Setelah-Eat-Pray-Love-Bali-Ingin-Tarik-Lebih-Banyak-Film.html, http://www.antaranews.com/berita/1281662200/eat-pray-love-segera-hadir-di-bioskop , http://lintas21.blogspot.com/search?q=julia+robert






powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme